Sunday, 20 May 2012

SHOLAT JENAZAH DAN SHOLAT GAIB


I. TATA CARA SOLAT JENAZAH

1. a. Niat salat jenazah laki-laki sebagai berikut:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
b. Niat shalat janazah perempuan sebagai berikut:
اصلي علي هذه الميتة لله تعالي
c. Apabila dilakukan secara berjemaah, tambahkan kata ma'muman atau imaman (sesuai posisi anda) sebelum kata lillahi ta'ala.

2. Salat janazah dilakukan dengan berdiri saja. Tanpa duduk.
3. Jumlah takbir salat jenazah ada empat.
a. Takbir pertama membaca: Surat Al Fatihah
b. Takbir kedua membaca sholawat Nabi. Contoh, allahumma solli ala Sayyidina Muhammad
اللهُمّ صلِّ علَي سَيِدِنا مُحمّد
c. Takbir ketiga membaca doa untuk mayit. Contoh, allahumma ighfir lahu (laha) wa afihi wa'fu 'anhu
اللهم اغْفِرْ لَه وعافِهِ واعْفُ عنه
d. Takbir keempat membaca salam sbb: assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Niat yang lengkap (hukumnya sunnah):
أصلِّي علي هذا الميت أربَعَ تَكبيرات فَرْضَ الكِفايَةِ لله تعالي

II. TATA CARA SOLAT JENAZAH GHAIB

Tata cara salat ghaib pada dasarnya sama persis dengan salat jenazah yang hadir yaitu sama-sama dilakukan dengan berdiri saja dan takbirnya ada empat takbir.

Yang sedikit berbeda adalah niatnya dan situasinya.

1. Niat salat jenazah ghaib adalah ushalli ala al mayyiti al ghaibi lillahi ta'ala
اصلي علي الميت الغائب لله تعالي
2. Salat ghaib dilakukan apabila mayit sudah dimakamkan atau yang mau mensalati berada di tempat lain.


III. TATA CARA, DAN BACAAN SOLAT JENAZAH YANG DISUNNAHKAN
Doa dan bacaan yang dibaca saat shalat jenazah pada poin I sudah cukup dan sah. Berikut tata cara/perilaku dan bacaan yang lebih lengkap yang disunnahkan dibaca.

1. Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meetakkannya di antara dada dan pusar pada setiap takbir.
2. Menyempurnakan lafadz niat sebagai berikut: Ushalli 'ala hadzal mayyiti (kalau mayit laki-lai) atau Ushalli 'ala hadzihil maytati (kalau mayit perempuan) fardhal kifayati (makmuman/imaman) lillahi ta'ala.

أُصَلِي علي هذا الميت فرضَ الكِفاية لله تعالي

3. Memelankan bacaan fatihah.
4. Membaca ta'awwudz ('a'udzubillah dst) sebelum membaca al Fatihah pada takbir pertama

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
5. Tidak membaca do'a iftitah (kabiron wal hamdulillahi katsiron.. dst) pada/setelah takbir pertama.
6. Membaca hamdalah (alhamdulillah) sebelum membaca shalawat.
7. Menyempurnakan bacaan shalawat pada takbir ketiga, sebagai berikut:

أللهم صَلِّ علي سيدنامحمد وعلي ألِ سيدنا محمد كما صَلَيْتَ علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارِكْ علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
8. Membaca do'a setelah takbir keempat sebagai berikut: allahumma la tahrimna ajrohu (ajroha -- kalau mayit perempuan) wala taftinna ba'dahu. waghfir lana walahu.

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ

9. Menyempurnakan doa
10. Menyempurnakan salam kedua: Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
11. Dilakukan di masjid.


IV. DOA SOLAT JENAZAH SETELAH TAKBIR KEEMPAT LENGKAP

Tata cara dan doa solat jenazah dalam
poin I sudah sah dan mencukupi. Kalau ingin memperpanjang bacaan dalam setiap takbir, Anda dapat mengikuti panduan dalam poin III. Untuk bacaan do'a pada/setelah takbir keempat yang lebih sempurna, Anda dapat membaca do'a berikut:

اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطابا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ اللَهُمّ اغْفِرْ ِلحَيِنا ومَيِتِنا وشاهِدِنا وغائِبِنا وصَغيرِنا وكَبيرِنا وذَكَرِنا وأُنْثانا

أللهم مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنا فَأَحْيِهِ عليَ الإسلام ومَنْ تَوَفَيْتَهُ مِنا فَتَوفَهُ علي الإِيمان
اللهم هَذَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدُكَ خَرَجَ مِنْ رُوْحِ الدُنْيَا وَسَعَتِها ومَحبُوبِها وأَحِبائِها فيها إليَ ظُلْمَةِ القَبْرِ وَمَا هُوَ لاَقِيَهُ كَانَ يَشْهَدُأَنْ لاإلَهَ إلاّ أنتَ وأنّ مُحمدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ وأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ

أللَهُمَ نَزَّلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرٌ مَنْزُولٌ بِهِ وأََصْبَحَ فَقِيْرًا إلي رَحْمتِكَ وأنت غَِنٌِيٌ عَنْ عَذَابِهِ وقَدْ جِِئْناكَ رَاغِبِين إلَيْكَ شُفَعاءً لَهُ

ألَلهُمَ إِنْ كَانَ محُسِنًا فَزِدْهُ فيِ إِحْسَانِهِ وإِنْ كانَ مُسِيئًا فَتَجاوَزْ عَنْهُ ولَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ الأََمْنَ مِنْ عَذابِكَ تَبْعَثُهَ إليَ جَنَتِكَ يا أَرْحَمَ الرَاحِمين

. Pensyariatan Shalat Ghaib

Bila jenazah berada di tempat yang jauh dan tidak terjangkau, disyariatkan untuk melakukan shalat ghaib. Bentuk shalatnya sama dengan shalat jenazah biasa, bedanya tanpa kehadiran jenazah. Namun para fuqaha berbeda pendapat tentang pensyariatan menshalati jenazah yang ghaib/tidak berada di negeri kita.
  1. Pendapat Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah

    Tidak boleh shalat ghaib. Sedangkan shalat ghaib yang dikerjakan oleh Nabi SAW dahulu atas jenazah Raja An-Najasyi adalah pengecualian atau pengkhususan (untuk beliau saja). Saat itu shalatnya makruh.

  1. Pendapat Asy-Syafi'i dan Al-Hanabilah

    Dibolehkan shalat atas mayat yang tidak berada di tempat tinggal kita (ghaib), meski jaraknya dekat dan tidak berada di arah kiblat. Maka buat yang melakukan shalat ghaib ini tetap wajib menghadap kiblat. Dasarnya adalah hadits berikut ini: Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah untuk Raja An-Najasyi dengan melakukan takbir 4 kali. (HR Muttafaqun Alaihi).

    Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits yang sama dari Abi Hurairah r.a., demikian juga dari An-Nasa'i serta At-Tirmizy. Silahkan lihat dalam kitab Nailul Authar jilid 4 halaman 48 dan seterusnya.

    Namun kebolehan melakukan shalat jenazah ini menurut Al-Hanabilah hanya bisa dilakukan selama sebulan saja sejak kematian seseorang. Rentang waktu ini sama dengan rentang waktu yang dibolehkan untuk melakukan shalat jenazah di dalam kuburnya. Sebab secara umum, dalam setelah rentang waktu sebulan, jenazah di dalam kubur sudah tidak bisa dipastikan lagi keutuhannya. (silahkan rujuk ke Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 halaman 1532 ).
2. Rukun Shalat Jenazah Dalam Pandangan Fuqaha

Ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah rukun shalat jenazah.
  1. Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun shalat jenazah hanya dua saja. Pertama, mengucapkan takbir empat kali,. lalu yang kedua adalah berdiri. Maka dalam mazhab ini, niat shalat jenazah, membaca Al-Fatihah, membaca shalawat maupun membaca doa untuk jenazah yang sedang dishalatkan tidak termasuk rukun shalat, melainkan hanya sunnah saja.

  1. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa rukun shalat jenazah ada lima. [1] Niat, [2] Mengucapkan 4 takbir, [3] Mendoakan mayit di sela-sela takbir, [4] Salam dan [5] Berdiri (bila mampu). Maka dalam mazhab ini, membaca Al-Fatihah dan shalawat kepada Nabi SAW tidak termasuk rukun shalat.

  1. Adapun Al-Hanabilah dan As-Syafi'iyah mengatakan bahwa rukun shalat jenazah ada 7 buah. [1] Niat, [2] Mengucapkan 4 takbir, [3] Membaca Surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama, [4] Bershalawat kepada Rasulullah SAW setelah takbir kedua (Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalawatnya adalah shalawat Ibrahimiyah, yaitu shalalat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya), [5] Mendoakan mayit setelah takbir ketiga dengan lfaz (Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu), [6] Salam dan [7] Berdiri (bila mampu).
3. Tata Cara Shalat Jenazah

Para fuqafa sepakat membolehkan shalat jenazah secara massal dengan sekali shalat, meskipun menshalatkan secara sendiri-sendiri lebih utama. Shalat jenazah ini dianjurkan untuk dilakukan dengan berjamaah dengan menyusun barisan (shaf) yang lebih rapat, karena tidak harus dibuatkan jarak antar shaf untuk ruku' dan sujud. Sebab shalat jenazah adalah shalat tanpa ruku dan sujud, kecuali hanya empat kali takbir dan diakhiri dengan salam.

Imam mengumandangkan takbir pertama diikuti makmum. Lalu masing-masing membaca surat Al-Fatihah dengan sirr (tidak dikeraskan) meski dilakukan pada malam hari.

Lalu imam bertakbir untuk yang kedua kalinya diikuti oleh para makmum. Setelah itu masing-masing membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Lafaz shalawatnya yang dianjurkan adalah lafaz seperti dalam tasyahhud yaitu "Allahumma Shalli ala Muhammad wa ala aali Muhammad, kamaa shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala aali Ibrahim. Wa barik ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad, kama barakta 'ala aali Ibrahim wa alaa aali Ibrahim".

Setelah itu imam bertakbir lagi untuk yang ketiga kalinya diikuti oleh makmum. Setelah itu masing-masing membaca doa untuk mayyit. Tidak ada lafaz yang wajib diikuti namun dianjurkan membaca "Allahumaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu atau Allahumaghfir lihayina wa mayyitina. Innaka hamiidun majid".

Setelah itu imam bertakbir lagi untuk yang keempat kalinya dan diikuti makmum. Setelah takbir keempat, dalam mazhab As-Syafi'i masing-masing membaca doa berikut "Allahuma Laa Tahrimna Ajrahu, Wa Laa Taftinna ba'dahu Waghfirlana wa lahu". Disunnahkan untuk memperpanjang doa setelah takbir yang keempat ini.

Setelah itu salam dan selesailah shalat jenazah berjamaah itu.

4. Sunnah-sunnah shalat jenazah
  1. Disunnahkan untuk melakukan shalat jenazah secara berjamaah dan membuat shaf menjadi minimal tiga baris. Berdasarkan hadits: "Orang yang dishalatkan dengan tiga shaf diampuni dosanya," dalam lain riwayat disebutkan, "sudah diwajibkan untuk diampuni dosanya" (HR Khallal dengan sanadnya dan At-Tirmizy mengatakan bahwa hadits ini hasan, juga riwayat Abu Daud dan Tirmizy).

    Disunnahkan untuk meluruskan shaf itu sebagaimana perbuatan Nabi. Namun boleh juga melakukan shalat jenazah sendiri-sendiri, sebab dahulu ketika Rasulullah SAW wafat, dishalatkan secara sendiri-sendiri oleh para shahabat.

  1. Mengangkat kedua tangan setiap takbir, kecuali Al-Malikiyah yang mengatakan bahwa yang disunnahkan hanya pada takbir pertama.

  1. Meletakkan tangan pada di bawah dada di sela-sela takbir menurut As-Syafi'i. Atau di bawah pusar menurut Al-Hanabilah.

  1. Tidak disunnahkan membaca doa iftitah, kecuali membaca ta'awwuz (auzu billahi minasysyaithanirrajim) sebelum membaca surat Al-Fatihah dan juga disunnahkan mengucapkan "Aamien" setelahnya.

  1. Menurut As-Syafi'iyah, disunnah mengucapkan hamdalah sebelum bershalawat kepada nabi SAW dan mendoakan orang-orang muslim setelah shalawat.

  1. Al-Hanabilah menyunnahkan untuk tidak bubar hingga jenazah diangkat.

Penjelasan Singkat Shalat Ghaib

MediaMuslim.Info – Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam Kitab Zaadul Ma’aad (I/205-206) perihal shalat ghaib, “Bukan petunjuk dan sunnah Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam untuk mengerjakan shalat ghaib bagi setiap orang yang meninggal dunia.  Sebab, cukup banyak kaum muslimin yang meninggal dunia sedangkan mereka jauh dari Rasululloh, namun beliau tidak menshalatkan mereka dengan shalat ghaib.
Dan diriwayatkan secara shahih dari beliau bahwa beliau telah menshalatkan shalat jenazah atas an Najasyi. Lalu muncul perbedaan pendapat mengenai hal tersebut dalam tiga jalan:
Pertama, Yang demikian itu merupakan syari’at sekaligus sunnah bagi ummat Islam untuk mengerjakan shalat ghaib atas setiap muslim yang meninggal dunia di tempat yang jauh.  Dan hal itu merupakan pendapat asy Syafi’i dan Ahmad.
Kedua, Abu Hanifah dan Malik mengemukakan, ‘Yang demikian itu khusus baginya saja dan tidak untuk yang lainnya’.
Ketiga, Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, ‘Yang benar adalah bahwa orang yang bertempat tinggal jauh dan meninggal dunia di suatu negara yang tidak ada seorang pun yang menshalatkan di negara tersebut, maka dia perlu dishalatkan dengan shalat ghaib, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam atas jenasah an Najasyi, karena dia meninggal di tengah-tengah orang-orang kafir dan tidak ada yang menshalatkannya.

Seandainya dia sudah dishalatkan di tempat dia meninggal dunia, maka dia tidak dishalatkan dengan shalat ghaib atas jenazahnya. Sebab, kewajiban itu telah gugur dengan shalatnya kaum muslimin atas dirinya.
Dan Nabi mengerjakan shalat ghaib dan meninggalkannya.  Sedang apa yang dikerjakan dan apa yang beliau tinggalkan merupakan sunnah.  Dan ini menempati porsinya masing-masing.  Hanya Alloh Yang Maha Tahu.  Dalam Madzhab Ahmad, terdapat tiga pendapat dan yang paling shahih diantaranya adalah rincian ini’”
Syaikh al Albani juga menjelaskan tentang hal yang  berkaitan dengan shalat ghaib dalam Ahkaamul Janaa-iz, “ …, maka jika ada seorang muslim meninggal di salah satu negara, lalu kewajiban shalat jenazah atas dirinya sudah ditunaikan, maka tidak perlu lagi orang lain yang berada di negara lain untuk mengerjakan shalat ghaib untuknya.  Dan jika dia mengetahui bahwa yang meninggal tersebut tidak dishalatkan karena adanya rintangan atau alasan yang menghalanginya, maka disunnahkan untuk menshalatkannya dan hal itu tidak boleh ditinggalkan karena jarak yang jauh”

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...