BAB I
PENDAHULUAN
A.
lATAR BELAKANG
Keberhasilan
budidaya tanaman Tomat,
tidak semata-mata tergantung pada teknik budidaya yang dilakukan, namun
keberadaan hama dan penyakit sering lebih berpengaruh terhadap hasil panen yang
tak jarang menyebabkan gagal panen. Nematoda merupakan salah satu hama yang
sering menyerang tanaman tomat.
Beberapa jenis nematoda sering ditemukan di daerah perakaran tanaman tomat. Jika tanaman terserang nematoda,
maka transportasi bahan makanan terhambat dan pertumbuhan tanaman terganggu.
Selain itu kerusakan sel–sel akar akibat nematoda dapat memudahkan bakteri
masuk dan menyerang tanaman (Anonim, 2007).
Sudjono,
et al., (1985) mengemukakan bahwa salah satu jenis nematoda yang banyak
menyerang tanaman dari suku Solaneceae adalah Meloidogyne
spp. yang dikenal dengan nematoda puru akar. Puru akar mengakibatkan jaringan
pembuluh akar menjadi sakit dan rusak, sehingga kehilangan hasil tanaman akibat
terserang nematoda ditentukan antara lain oleh nematoda tersebut mulai
menyerang dan tingkat populasi awal nematoda. Dengan mengetahui populasi awal
nematoda menyerang tanaman dapat diketahui sejauh mana pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
berbagai tingkat populasi awal nematoda puru akar terhadap pertumbuhan dan
hasil tomat.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu mengendalikan nematoda dengan
tepat, sehingga dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENYEBAB
PENYAKIT
Penyakit puru akar yang
disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp. merupakan penyakit utama pada
tanaman kenaf yang menyerang baik di lahan pengembangan maupun pembenihan dan
mengakibatkan penurunan produktivitasnya. Meloidogyne spp. merupakan nematoda endoparasit yang sangat penting di daerah tropika
maupun subtropika karena
memiliki daya rusak yang cukup tinggi
terutama pada jenis tanah berstruktur ringan, memiliki
kemampuan berkembang biak dan penyebaran yang
cepat walaupun secara pasif, memiliki kisaran
inang yang cukup luas meliputi tanaman budi
daya (tembakau, tomat, terung, lombok, kenaf) maupun
gulma (rumput teki, krokot, bebandotan), serta
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Supratoyo, 1976). Kenaf sangat peka terhadap
serangan Meloidogyne spp. karena jenis tanah
yang optimum untuk pertumbuhan kenaf yakni
lempung berpasir merupakan tanah yang juga disenangi
oleh Meloidogyne spp. (Kirby, 1963; Sudjindro,
1987; Dalmadiyo et al., 1996).
B.
DAUR
PENYAKIT
Umumnya
perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu larva I
sampai larva IV dan nematode dewasa (Mehrotra, 1980). Semua spesies nematoda
puru akar memiliki siklus hidup yang sama (Sherf dan Macnab, 1986). Lama siklus
hidup nematoda puru akar sekitar 18 – 21 hari atau 3 – 4 minggu dan akan
menjadi lama pada suhu yang dingin (Agrios, 1996). Menurut Sherf dan Macnab (1986), jumlah
telur yang dihasilkan oleh seekor betina tergantung pada kondisi lingkungannya.
Pada kondisi biasa betina dapat menghasilkan 300- 800 telur dan kadang-kadang
dapat menghasilkan lebih dari 2800 telur.
Larva tingkat II menetas dari
telur yang kemudian bergerak menuju tanaman inang untuk mencari makanan,
terutama bagian ujung akar di daerah meristem, larva kemudian menembus korteks
akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran
sel-sel (Lamberti dan Taylor, 1979). Di dalam akar larva menetap dan
menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya, larva menggelembung dan
melakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedua dan ketiga kalinya,
selanjutnya menjadi jantan atau betina dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam
kutikula, stadium ke empat muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur
secara terus menerus selama hidupnya (Dropkin, 1991). Perbedaan
jenis kelamin dipengaruhi oleh faktor lingkungan, nutrisi yang tersedia serta jumlah
larva per unit area jaringan inang. Larva jantan lebih banyak jika akar
terserang berat dan zat makanan kurang, jika sedikit larva pada jaringan inang
maka hampir semua menjadi betina, tetapi reproduksinya kebanyakan
partenogenesis (Singh, 1978). Menurut Dropkin (1991) walaupun exudat akar mampu
memacu penetasan telur, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan untuk
keberhasilan siklus hidupnya.
C.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT
Usaha
pengendalian penyakit puru akar masih mengandalkan nematisida dengan cara
menaburkannya pada tanah di sekitar perakaran tanaman dan memerlukan biaya yang
cukup besar. Untuk mengurangi penggunaan nematisida perlu adanya varietas
tahan. Penggunaan varietas tahan mempunyai banyak keuntungan yaitu murah,
mengurangi penggunaan pestisida dan pencemaran lingkungan, serta menurunkan
sumber inokulum dan laju infeksi. Langkah awal yang penting dilakukan untuk
mendapatkan varietas tahan adalah menyediakan sumber genetik dan informasi
tentang ketahanannya terhadapMeloidogynespp. melalui eksplorasi, konservasi,
karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah(Sutopo dan Saleh, 1992).
Nematisida
jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain lain, menghambat
aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam mengatur asetilkolin,
yaitu sebagai penyalur syaraf. Hal itu menyebabkan paralisis dan hilangnya
persepsi syaraf, tetapi tidak segera menyebabkan kematian, nematoda akan sembuh
kembali setelah pestisida dihilangkan. Hal tersebut menghambat makan beberapa
jenis, yang mempengaruhi penularan virus, juga menhalang-halangi pertumbuhan
nematoda secara normal yang telah berada didalam tanaman (Dropkin, 1992)
Bahan
organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik fisik,
kimia, maupun biologi tanah, disamping sebagai sumber energin bagi sebagian
besar organisme tanah Sebagai sumber bahan organik, bagian-bagian tanaman dapat
langsung diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk segar atau masih hijau (Toto
et al, 2003) Bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam
tanah berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi
dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam
butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbahaya
bagi perkembangan nematoda (Singh dan Sitaramaiah, 1994).
Pemberian
bahan organik ke dalam tanah dapat menekan perkembangan nematoda, hal ini
diduga akibat dekomposisi bahan organik secara langsung bersifat racun bagi
nematoda. Bahan organik juga mempengaruhi lingkungan tanah yang menguntungkan
bagi populasi mikroorganisme kompetitor, mikroflora parasit telur nematoda
(Baliadi, 1997).
D.
GEJALAH
SERANGAN
Gejala yang ditimbulkan akibat
serangan Meloidogyne spp. adalah adanya benjolan atau puru pada akar
yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman karena fungsi akar yang
tidak sempurna. Luc et al. (1995), mengemukakan adanya peningkatan
kematian bibit kenaf di lahan karena populasi M. incognita tinggi,
sedangkan tanaman yang masih hidup menjadi kerdil dan hasilnya menjadi lebih
sedikit dibandingkan dengan tanaman yang sehat. Luc et al. (1995)
melaporkan bahwa pertanaman
yute yang terinfeksi Meloidogyne spp.
dengan populasi awal sebesar 2.000 L2 per tanaman,
hasil seratnya turun sebanyak 50%. Sementara Dalmadiyo
(1988) melaporkan bahwa populasi awal
Meloidogyne spp. yang mulai menimbulkan kerugian
adalah kurang lebih 40 larva stadia II/100
ml tanah. Kehilangan hasil akibat serangan Meloidogyne
spp.
pada tanaman kenaf mencapai
19% bahkan lebih apabila serangannya berat
dan jika berasosiasi dengan Fusarium sp. Kehilangan hasilnya dapat mencapai 100% (Dempsey,1975; Dalmadiyo et al.,
1996), sementara pada tanaman
tomat
di Jawa Barat berkisar 20 40% (Semangun, 1988).
E.
PENGENDALIAN
Berbagai usaha dilakukan untuk
peningkatan produksi tomat,misalnya pengadaan variets baru,perbaikan pola
tanam.Dibalik usaha ini masih banyak kendala yang dihadapi dn masih sulit
diatasi,antara lain adanya jasad pengganggu atau patogen. Salah
satu patogen yang menyerang tanaman tomat ádalaf nematoda parasit seperti
nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) (Singh,1978).
Serangan
Meloidogyne spp. pada akar dapat menurunkan produksi sebanyak 15 – 60
persen,bahkan dapat mencapai 70 persen bila tanaman yang terserang rentan
(Prihanto,1989).Percobaan menunjukkan bahwa dengan sekitar 500 – 800 larva
Meloidogyne spp. per ilogram tanah dapat menurunkan produksi sebesar 40 persen
(sastrahidayat,1985).Serangan nematoda sering berassosiasi dengan organisme
lanilla, misalnya cendawan dan bakteri (Brown,1980). Khususnya di Indonesia nematoda puru akar pada umumnya
dikendalikan dengan penggunaan nematisida Furadan 3 G (Mulyadi,1980) akan
tetapi dewasa ini berkembang cara pengendalian organisme pengganggu tanaman
dengan menggunakan musuh alami dari organisme pengganggu tanaman tersebut. Cara
ini dikenal dengan pengedalian secara hayati. Berkembangna pengendalian secara
hayati ini hádala dalam mencari alternatif dari pengendalian secara nimia yang
acapkali mengakibatkan dampak negatif bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Keuntungan dari pengendalian secara hayati antara lain bahwa
organisme antagonis jarang menyebabkan perubahan ras dari organisme yang dituju
sebagaimana sering terjadi kalau menggunakan pestisida. selain hal tersebut
aplikasi organismo antagonis tidak sesering aplikasi pesticida,sebab sekali
diberikan maka selanjutnya organismo itu sendiri akan terus aktif selama
organisme yang dituju tetap ada (James,1985).
Menurut Sarbini (1993) bahwa
beberapa cendawan memperlihatkan prospek dalam mengendalikan nematoda
Meloidogynei spp. seperti spesies-spesies dari kelas basidiomycetes dan kelas
Deutromycetes antara lain genus Gliocladium dan Paecilomyces.
Pengendalian dengan menggunakan Minoriza vesikular arbuskular juga merupakan salah satu pengendalian secara hayati yang dikembangkan saat ini. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bagyaray (1975) ternyata Glomus fasciculatus dapat menekan ukuran dan jumlah puru yang ditimbulkan oleh M.incognita dan M.javanica pada tanaman tomat.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah statu penelitian untuk mengetahui kemampuan dari mikoriza dan beberapa cendawan rhizosfer untuk mengendalikan penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp.
Pengendalian dengan menggunakan Minoriza vesikular arbuskular juga merupakan salah satu pengendalian secara hayati yang dikembangkan saat ini. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bagyaray (1975) ternyata Glomus fasciculatus dapat menekan ukuran dan jumlah puru yang ditimbulkan oleh M.incognita dan M.javanica pada tanaman tomat.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah statu penelitian untuk mengetahui kemampuan dari mikoriza dan beberapa cendawan rhizosfer untuk mengendalikan penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Semakin tingginya
intensitas serangan semakin berat basah akar tetapi semakin rendah berat basah
tajuk. Sebab akar yang terinfeksi oleh nematode menyebabkan terganggunya fungi
akar dalam penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah sehingga translokasi
air dan unsure hara melalui xylem dan floen serta pengedaran hasil fotosintesis
dari daun keseluruh bagian tubuh tumbuhan terhambat sehingga tmpak hanya berat
basah akar yang tinggi sedangkan berat basah tajuknya lebih rendah. Perlakuan yang terbaik untuk mennekan
intensitas serangan nematoda pada tanaman tomat adalaha Inokulasi Glomus
fasciculatus dan spora Gliocladium sp.
B.
SARAN
Perlu diadakan
percobaan lebih lanjut tentang penggunaan cendawan rizosfer dan G.
fasciculatus. Pada tanah-tanah non steril untuk mengendalikan nematoda puru
akar.
DAFTAR PUSTAKA
Semangun, H. 1988. Penyakit-penyakit
tanaman perkebunan di
Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press. 808p.
Sudjindro. 1987. Daya gabung dan
heritabilitas beberapa sifat
pada tanaman kenaf. Tesis. Fak. Pertanian, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Agrios,
G.N. 1997. Plant pathology. 4th ed. New York: Academic
Press.
Sastrahidayat,I.R,
1985. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional.Surabaya. hal 211 – 219
No comments:
Post a Comment