Tuesday 5 June 2012

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT (SUHU) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, TERNAK, HAMA, PENYAKIT TUMBUHAN, DAN GULMA

A. TANAMAN
Faktor iklim di dalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman. Yang dimaksud dengan ketinggian tempat adalah ketinggian dari permukaan air laut (elevasi). Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah.
Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan cuaca menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tanaman, pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosio-ekonomi. Pola tanam dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan dan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma.
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi
Faktor lingkungan akan mempengaruhi proses-proses phisiologi dalam tanaman. Semua proses phisiologi akan dipengaruhi boleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tanaman. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Sedangkan cahaya merupakan sumber tenaga bagi tanaman.
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan dalam beberapa tanaman.
Di daerah beriklim sedang perbedaan suhu lebih ditentukan oleh derajat lintang (latitude), Di tropika perbedaan ini lebih ditentukan oleh tinggi tempat (altitude). Ditinjau dari sudut pertumbuhan tanaman, Junghuhn (1853) dalam membagi daerah pertanaman di pulau Jawa menjadi 4 zone.
1. Zone I 0 – 600 m dari permukaan laut
2. Zone II 600 – 1.350 m
3. Zone III 350 – 2.250 m, dan
4. Zone IV 2.250 – 3.000 m.
Sedangkan Wellman (1972) membuat pembagian yang dihubungkan dengan ekologi patogen tanaman dan ternyata cocok untuk tropika Asia yaitu zone I 0-300 meter diatas permuakan laut, zone II 300-500 mdpl, zone III 500-1000 mdpl dan zone IV 1.000-2.000 mdpl.
Berdasarkan ketinggian tempatnya terdapat macam-macam hutan:
• hutan pantai (beach forest)
• hutan dataran rendah (lowland forest)
• hutan pegunungan bawah (sub-montane forest)
• hutan pegunungan atas (montane forest)
• hutan kabut (cloud forest)
• hutan elfin (alpine forest)
Perubahan suhu tentunya mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan ketinggian tempatnya. Maka berdasarkan iklim dan ketinggian tempat, flora di Indonesia terdiri atas:
Hutan hujan tropis
Indonesia berada di daerah katulistiwa, banyak mendapat sinar matahari, curah hujannya tinggi, dan suhu udaranya tinggi, menyebabkan banyak terdapat hutan hujan tropik. Ciri-ciri hutan ini adalah sangat lebat, selalu hijau sepanjang tahun, tidak mengalami musim gugur, dan jenisnya sangat heterogen. Hutan jenis ini banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Irian Jaya. Beberapa jenis floranya misalnya kayu meranti, ulin, dan kapur. Pada pohon-pohon ini hidup menumpang berbagai tumbuhan seperti anggrek dan tumbuhan merambat.dan epifit. Tumbuhan merambat yang terkenal adalah rotan.
Pembagian hutan hujan tropis adalah sebagai berikut.
1. Hutan Hujan Tanah Kering (ketinggian 1000 - 3000 m dari muka laut)
- Hutan nondipterocarpeceal memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu
antara 26°C-21°C.
- Hutan dipterocarpaccoo memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan agathis campuran memiliki ketinggian < 2.500 m dan suhu antara
26°C-13°C.
- Hutan pantai memiliki ketinggian < 5 m dan suhu ± 26°C.
- Hutan belukar memiliki ketinggian < 1.000-2.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan fegacceal memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-28°C.
- Hutan casuarina memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-11°C.
- Hutan penuh memiliki ketinggian antara 700-1.000 m dan suhu antara
23°C-18°C.
- Hutan nothofogus memiliki ketinggian 1.000-3.000 m dan suhu antara
21°C-11°C.
2. Hujan Tanah Rawa (ketinggian 5 - 100 m dari muka laut).
- Rawa air tawar
- Hutan rawa gambut
- Hutan payau (hutan mangrove)

Hutan musim
Hutan ini terdapat di daerah yang suhu udaranya tinggi (terletak pada ketinggian antara 800 - 1200 m dari muka laut). Pohon-pohonnya jarang sehingga sinar matahari sampai ke tanah, tahan kekeringan, dan tingginya sekitar 12 - 35 m. Daunnya selalu gugur pada musim kering/kemarau dan menghijau pada musim hujan. Contohnya pohon jati, kapuk, dan angsana.
Hutan musim dapat digolongkan menjadi sebagai berikut.
1. Hutan musim gugur daun
2. Hutan musim selalu hujan

Hutan sabana
Sabana adalah padang rumput yang disana sini ditumbuhi pepohonan yang berserakan atau bergerombol. Terdapat di daerah yang mempunyai musim kering lebih panjang dari musim penghujan, seperti di Nusa Tenggara. Hutan sabana dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Hutan sabana pohon dan palma memiliki ketinggian < 900 m dan suhu 22°C.
2. Hutan sabana casuarina memiliki ketinggian antara 1.600 - 2.400 m dan suhu antara 18°C-13°C.
Padang rumput
Terdapat pada daerah yang mempunyai musim kering panjang dan musim penghujan pendek, seperti di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Padang rumput dapat terdapat di daerah dengan ketinggian antara 900 - 4000 m di atas permukaan laut, seperti misalnya padang rumput tanah, padang rumput pegunungan, komunitas rumput, dan lumut.
Padang rumput dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Padang rumput iklim basah
- Padang rumput tanah rendah memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu 26°C-21°C.
- Rawa rumput memiliki ketinggian > 1000 m dan suhu ± 26°C.
- Padang rumput pegunungan memiliki ketinggian antara 1.500 – 2.400 m dan suhu antara 18°C-23°C.
- Padang rumput berawa gunung memiliki ketinggian antara 2.400 – 4000 m dan suhu antara 10°C-18°C.
- Padang rumput Alpin memiliki ketinggian antara 4.000 – 4.500 m (batas salju) dan suhu > 6°C.
- Komunitas rumput dan lumut memiliki ketinggian > 4.500 m dan suhu < 6°C.
2. Padang rumput iklim kering dengan suhu 22°C.

B. TERNAK
Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi ternak meliputi lingkungan fisik (radiasi, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan, den ketinggian tempat), lingkungan biotic (vegetasi, predator, hewan/ternak lain, bakteri, parasit, dan virus), lingkungan kimiawi (pencemaran dan peracunan oleh unsure-unsur), dan lingkungan manusia sebagai pengelola.
Semakin tinggi letak suatu daerah dari atas permukaan laut maka akan semakin rendah suhu udara rata-rata hariannya. Kroteria dataran rendah ditandai dengan suhu udara yang tinggi dan tekanan udara maupun oksigen yang tinggi pula. Diantara faktor iklim, suhu dan kelembaban udara merupakan faktor terpenting yang mengatur iklim serta adaptasi dan distribusi dari ternak dan vegetasi. Sebagi contoh, kehidupan ternak sapi diperlukan suhu optimal diantara 13 sampai 180C dan bila suhu naik diantara 1 – 100C dari suhu optimalnya, ternak akan mengalami depresi. Suhu udara dan kelembaban tinggi akan menimbulkan stress akibat kenaikan suhu tubuhnya. Untuk menurunkan suhu tubuhnya yang naik, maka diperlukan energi tambahan guna mencapai keseimbangan tubuhnya, efisiensi energi pakan (makanan) menjadi lebih kecil.
Kebutuhan zat makanan pada ternak dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, pada suhu dan kelembaban tinggi,dapat menyebabkan menurunnya konsumsi pakan dan akan disertai dengan menurunnya daya cerna diikuti kehilangan berat badan dan menurunnya resistensi terhadap penyakit.
Dengan adanya suhu lingkungan yang tinggi maupun yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka ternak akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya yang konstan. Oleh karena itu, hewan akan memproduksi panas dalam tubuhnya dan mengeluarkannya ke sekitar lingkungannya secara terus menerus dan tetap, sehingga kanaikan atau penurunan suhu 10C dari suhu tubuhnya sudah cukup menimbulkan pengaruh proses fisiologinya . terganggunya keseimbangan panas dapat menurunkan produktifitasnya.

C. HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5º C untuk pertumbuhan populasinya.
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Temperatur berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahannannya terhadap hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen.
Dari konsep segitiga penyakit tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi patogen. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit.
Perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom, seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen. Setiap tahap dari siklus hidup patogen, dipengaruhi oleh suhu, dari tunas spora, hingga memasuki masa pertumbuhan induknya menjadi hingga sporulasi baru dan perpindahan spora. Terdapat temperatur minimum, maksimum, dan optimum yang berbeda untuk tiap patogen yang berbeda dan bahkan untuk proses pada beberapa patogennya. Verticillium dahliae paling aktif menyebabkan kelayuan pada suhu antara 25-280C, tetapi Verticillium albo-atrum akan mendominasi pada suhu 20-250C. Karat dini pada tomat dipicu oleh suhu yang hangat dan sebaliknya.
Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempunyai suhu optimum pada 30º C. Sementara F. oxysporum pada bawang merah mempunyai suhu pertumbuhan optimum 28-30 º C. Bakteri kresek penularan utamanya adalah melalui percikan air sehingga hujan yang disertai angin akan memperberat serangan. Pada temperatur yang lebih hangat periode inkubasi penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum ) lebih cepat di banding suhu rendah. Sebaliknya penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans lebih berat bila cuaca sejuk (18-22 º C) dan lembab. Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang. Tanaman vanili yang stres karena terlalu banyak cahaya akan rentan terhadap penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium. Ekspresi gejala beberapa penyakit karena virus tergantung dari suhu.

D. GULMA
Gulma yang terdapat pada dataran tinggi relatif berbeda dengan yang tumbuh di daerah dataran rendah. Pada daerah yang tinggi terlihat adanya kecenderungan bertambahnya keanekaragaman jenis, sedangkan jumlah individu biasanya tidak begitu besar. Hal yang sebaliknya terjadi pada daerah rendah yakni jumlah individu sangat melimpah, tetapi jumlah jenis yang ada tidak begitu banyak.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hutan. http://id.wikipedia.org/hutan. Diakses pada 26 maret 2009.
Boudreau, Mark. 2008. Organic Plant Disease Management: the Environment. http://www.extension.org/main/partners. Diakses pada 23 maret 2009.

D.F. Warnock , W.M. Randle dan O.M. Lindstrom, Jr. 1993. Photoperiod, Temperature, and Plant Age Interact to Affect Short-day Onion Cold Hardiness. hortscience, Georgia. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Kadarsih, Siwitri. 2004. Performans Sapi Bali Berdasarkan Ketinggian Tempat di Daerah Transmigrasi Bengkulu: I. Performans Pertumbuhan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia vol. 6, No. 1. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Muawin, Heru A. 2009. Hubungan Suhu Bagi Pertumbuhan Tanaman. http://herumuawin.blogspot.com/2009/03/ hubungan-suhu-bagi-pertumbuhan-tanaman/. Diakses pada 26 maret 2009

Tim MGMP. 2008. Lingkungan Kehidupan di Muka Bumi. http://mgmpgeok.blogspot.com/2008/10/lingkungan-kehidupan-di-muka-bumi.html. Diakses pada 23 maret 2009.

Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. IPB, Bogor. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Zahara, Hafni dan Lenny Hartati Harahap. Identifikasi Jenis Cendawan Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Pada Topografi Yang Berbeda. Balai Besar Karantina Tumbuhan, Belawan. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...