BUDIDAYA TANAMAN DI LAHAN SEMPIT
Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan biasanya adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek atau tanaman semusim khususnya sayuran (seperti seledri, caisism, pack-choy, baby kalian, dan selada), dan memiliki system perakaran yang tidak terlalu luas.
Keunggulan Vertikultur :
1. Hemat lahan dan air
2. Mendukung pertanian organik
3. Wadah media tanam disesuaikan dengan kondisi setempat
4. Umur tanaman relative pendek
5. Pemeliharaan tanaman relative sederhana
6. Dapat dilakukan oleh siapa saja yang berminat.
Bentuk-bentuk Vertikultur :
Vertikultur dapat dikerjakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan peralatan yang ada di sekitar kita. Pemilihan wadah media sebaiknya dipilih dari bahan yang cukup kokoh dan mampu berdiri tegak. Beberapa rancangan wadah media yang umum digunakan adalah :
1.Kolom wadah media disusun secara vertical. Setiap wadah disusun dalam posisi tegak/berdiri dan diberi lubang pada permukaannya sebagai tempat terbuka atau sebagai lubang tanam.
2.Kolom wadah media disusun secara horizontal. Setiap wadah dibuat dalam bentuk kolom secara mendatar (pot, polybag, kresek) yang kemudian disusun dalam rak-rak kea rah vertikal
3.Wadah media gantung. Wadah media disusun saling berhubungan lalu digantung, sehingga menyerupai pot-pot gantung.
Langkah - langkah Pengerjaan Budidaya Tanaman secara Vertikultur :
1.Memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman (luas lahan)2.Penyiapan wadah media tanam sesuai dengan kondisi yang ada (dapat berupa bambu, pipa paralon/PVC, talang air, pot plastic, kaleng bekas, polybag, plastik kresek, dll)
3. Pembuatan bangunan vertikultur
4. .Penyiapan media tumbuh tanaman (pupuk organic + tanah)
5. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang dipilih sebagai tempat penanaman. Ke-3 faktor ini harus diperhitungkan jika dalam satu unit bangunan vertikultur dibudidayakan beberapa jenis tanaman sekaligus.
6. Budidaya tanaman (Persemaian, Pembibitan, Pemeliharaan, Panen dan Pasca Panen)
Beberapa Model Vertikultur
Pemanfaatan tembok pagar sebagai tempat untuk menaruh wadah media tanam secara vertikultur.
Bambu, salah satu alternative wadah media tanam secara vertikultur.
Talang air, salah satu alternative wadah media tanam secara vertikultur.
Stirofoam pun dapat digunakan sebagai salah satu alternative wadah media tanam secara vertikultur.
Tanaman tomat yang dibudidayakan secara vertikultur
Disebut Aquaponik lantaran terdiri dari aquakultur alias budidaya ikan dan hidroponik. Hubungan dua makluk berbeda itu melahirkan simbiosis mutualisme. Ikan menyumbang hara berupa sisa pakan dan kotoran yang berfaedah bagi tanaman. Tanaman juga tahu membalas jasa dengan memasok oksigen yang diperlukan ikan.
Aquaponik sejatinya bukan barang baru kerena sudah dibidani kelahirannya sejak 1990. Ketika itu ikan dipelihara dalam substrat hidroponik. Namun, cara itu tidak efektif. Jika populasi ikan dan jumlah tanaman tidak dihitung secara cermat, terjadi perebutan oksigen. Akibatnya perkembangan ikan dan sayuran tidak optimal.
Pada tahun 2000 berkembang teknologi baru aquaponik. Prinsipnya ikan dan sayuran dipelihara bukan dalam satu wadah. Keduanya ditempatkan dalam bak terpisah. Air dari bak ikan dialirkan melalui filter dan bak penampung sebelum diserap oleh tanaman. Filter mengandung jasad renik dan mikroba untuk menguraikan bahan organik dalam air. Setelah dipergunakan oleh tanaman, air yang kaya oksigen itu dialirkan kembali ke bak ikan.
Akuaponik merupakan sebuah alternatif menanam tanaman dan memelihara ikan dalam satu wadah. Proses dimana tanaman memanfaatkan unsur hara yang berasal dari kotoran ikan yang apabila dibiarkan di dalam kolam akan menjadi racun bagi ikanya. Lalu tanaman akan berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan, dan suplai oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan. Dengan siklus ini akan terjadi siklus saling menguntungkan dan bagi kita yang mengaplikasikanya tentu saja akan sangat menguntungkan sekali, karena lahan yang dipakai tidak akan terlalu luas.
Aerator, untuk sumber oksigen ikan,
Pompa, untuk mensirkulasi air,
Timer, untuk mengatur sirkulasi air oleh pompa,
Benih ikan, sebagai objek budidaya, ikan yang digunakan beragam, dalam sistem akuaponik ini menggunakan ikan mas dan ikan nila, kepadatannya sendiri disesuaikan dengan ukuran bak, dalam sistem akuaponik ini dilakukan penebaran sebanyak 200 ekor ikan nila dan ikan mas,
Bibit tanaman konsumsi, sebagai objek budidaya tanaman, jenisnya beragam, namun dalam sistem akuaponik ini menggunakan tanaman kangkung,
Arang, sebagai media hidup tanaman dan filter air, banyaknya disesuaikan dengan jumlah tanaman yang ditanam, dalam sistem akuaponik ini sebanyak 2 karung ukuran 25 kg.
Apakah Teh kompos?
Pupuk cair organik, dibuat dari bahan kompos (sampah taman kota, sampah pasar sayur) yang dimasukkan dalam kain katun tipis kemudian direndam dalam air dan diaerasi dalam jumlah yang cukup. Teh kompos adalah cairan yang berasal dari leaching kompos yang kaya dengan dengan nutrien dan tinggi populasi mikroba (bakteri,fungi,protozoa,nematode) yang bermanfaat.
Mengapa menggunakan Teh kompos?
Teh Kompos memiliki beberapa keuntungan. Merupakan produk pupuk alami yang ramah lingkungan, mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen yang terdapat di dalam kompos.
Disamping sebagai pupuk alami Teh kompos juga berfungsi sebagai pestisida alami. Teh kompos mampu mengembalikan kesuburan tanah secara alami serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan pemanfaatan Teh kompos pembuatan teh Kompos sangat mudah, diibaratkan seperti kita menyeduh teh kantong:
1.Bahan pembuat teh kompos yang berkualitas.
2.Suplai oksigen yang cukup diperlukan untuk merangsang pertumbuhan mikroba aerobik.
3.Produk berdaya guna tinggi jika pemakaian kurang dari 24 jam setelah diproduksi.
Perbedaan teh kompos dan ekstrak kompos
Pada Ekstrak kompos tujuan utama adalah kandungan nutrien; sedangkan pada teh kompos selain kandungan nutrien
juga mikroorganisme yang bermanfaat.
Disebut rakit apung karena cara penanamannya dengan cara diapungkan diatas larutan nutrisi. Sebagi pengapung digunakan styrofoam. Hidroponik dengan cara ini dapat diterapkan oleh siap saja karena sangat mudah. Tanaman dapat ditempatkan dimana saja, yang penting pada saat hujan tanam tidak kehujanan. Kalau kehujanan larutan nutrisi akan menjadi lebih encer dari yang sharusnya. Sebagaimana sudah diketahui bahwa untuk pertumbuhannya tanaman memerlukan sinar matahari. Dalam satu hari tanaman minimal membuthkan 5 jam penyinaran tetapi dengan intensitas yang rendah. Sinar matahari yang terik tidak baik untuk tanaman.
PENGERTIAN VERTIKULTUR
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan.
Pupuk hidroponik juga bisa dibeli yang sudah siap pakai, ini memudahkan dalam aplikasi, sebab kalau kita mau buat sendiri perlu beberapa
Teknik Penanaman Vertikultur
Lahan yang sempit memang membuat kegiatan berkebun jadi kurang leluasa, namun dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, berkebun menjadi lebih menyenangkan dengan kuantitas yang dapat ditingkatkan. Vertikultur adalah pola bercocok tanam yang menggunakan wadah tanam vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan. Pada kesempatan ini saya tertarik mencoba vertikultur dengan bambu berdiri sebagai wadahnya. Karena skalanya percobaan, saya hanya menggunakan dua batang bambu. Tidak semua jenis tanaman bisa atau cocok untuk vertikultur. Untungnya, hampir semua jenis sayuran bisa digunakan, yang kebetulan juga memang sesuai keinginan saya berkebun sayur mayur untuk kepentingan dapur. Dalam hal ini saya memilih tomat dan cabe merah. Untuk media tanam saya gunakan campuran tanah, kompos, dan sekam. Saya menggunakan bahan dan pola organik dalam bercocok tanam.
Pembuatan wadah tanam
Wadah tanam yang akan saya buat adalah dua batang bambu yang masing-masing panjangnya 120 cm, dengan pembagian 100 cm untuk wadah tanam dan 20 cm sisanya untuk ditanam ke tanah. Pada setiap bambu akan dibuat lubang tanam sebanyak 10 buah. Saya mulai dengan memilih bambu yang batangnya paling besar, lalu dipotong sesuai dengan ukuran yang ditetapkan. Semakin bagus kualitas bambu, semakin panjang pula masa pakainya. Di bagian 20 cm terdapat ruas yang nantinya akan menjadi ruas terakhir dihitung dari atas. Semua ruas bambu kecuali yang terakhir saya bobol dengan menggunakan linggis supaya keseluruan ruang dalam bambu terbuka. Di bagian inilah nantinya media tanam ditempatkan. Untuk ruas terakhir tidak dibobol keseluruhan, melainkan hanya dibuat sejumlah lubang kecil dengan paku untuk sirkulasi air keluar (atusan).
Selanjutnya saya membuat lubang tanam di sepanjang bagian 100 cm dengan menggunakan bor listrik. Anda tentu saja bisa menggunakan alat lain seperti pahat, atau apa saja yang Anda punya untuk membuat lubang. Lubang dibuat secara selang-seling pada keempat sisi bambu (saya asosiasikan permukan bambu dengan bidang kotak). Pada dua sisi yang saling berhadapan terdapat masing-masing tiga lubang tanam, pada dua sisi lainnya masing-masing dua lubang tanam, sehingga didapatkan 10 lubang tanam secara keseluruhan. Setiap lubang berdiameter kira-kira 1,5 cm, sedangkan jarak antar lubang saya buat 30 cm.
Jika diilustrasikan dengan permukaan datar, posisi lubang-lubang tanam akan tampak seperti gambar di bawah ini.
Kini saatnya menanam bambu dengan memasukkan 20 cm bagian bawah ke dalam tanah. Saya menempatkan kedua batang bambu pada jarak satu meter lebih, walaupun 40-50 cm barangkali masih memadai. Batang bambu tidak ditancapkan begitu saja, melainkan dibuatkan lubang dulu seperlunya.
Pengadaan media tanam
Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang saya gunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran hingga merata. Tanah dengan sifat koloidnya memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman dengan prinsip pertukaran kation. Sekam berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan tanaman.
Campuran media tanam kemudian dimasukkan ke dalam bambu hingga penuh. Untuk memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong tanah hingga ke dasar wadah (ruas terakhir). Media tanam di dalam bambu diusahakan agar tidak terlalu padat supaya air mudah mengalir, juga supaya akar tanaman tidak kesulitan “bernafas”, dan tidak terlalu renggang agar ada keleluasaan dalam mempertahankan air dan menjaga kelembaban.
Jauh sebelum saya berencana membuat wadah vertikal, saya telah mulai mempersiapkan sejumlah bibit tanaman, tadinya untuk ditanam langsung ke tanah. Ketika tanaman sudah mencapai umur siap dipindahkan, barulah saya menetapkan ide untuk menanam secara vertikal. Jadi dalam hal ini, kebetulan waktunya tepat. Pada dasarnya ada tiga tahap dalam proses ini, yaitu persemaian, pemindahan, dan penanaman.
Seperti halnya menanam, menyemaikan benih juga memerlukan wadah dan media tanam. Wadah bisa apa saja sepanjang dapat diisi media tanam seperlunya dan memiliki lubang di bagian bawah untuk mengeluarkan kelebihan air. Di sini saya menggunakan wadah khusus persemaian benih yang disebut tray dengan jumlah lubang 128 buah (tray lain jumlah dan ukuran lubangnya bervariasi). Saya juga menggunakan sebuah pot ukuran sedang dan sebuah bekas tempat kue. Adapun untuk media tanamnya adalah media tanam dari produk jadi yang bersifat organik.
Jika menggunakan tray, jumlah benih yang dapat disemaikan sudah terukur karena setiap lubang diisi sebuah benih (walaupun bisa juga diisi 2 atau 3). Jika menggunakan wadah lain maka jumlah benih yang dapat disemaikan disesuaikan dengan ukuran wadahnya, dalam hal ini jarak tanam benih diatur sedemikian rupa agar tidak berdempetan. Dua-tiga minggu setelah persemaian benih sudah berkecambah dan mengeluarkan 3-4 daun. Idealnya, benih yang sudah tumbuh daun berjumlah 4-5 helai sudah layak dipindahtanamkan. Karena waktu itu saya belum berencana untuk menanamnya di tanah, juga belum terpikir tentang vertikultur, bibit-bibit tadi saya pindahkan ke polybag dan wadah-wadah lain yang bisa saya gunakan.
Bibit tanaman yang saya pindahkan ke wadah bambu sudah berumur lebih dari satu bulan, daunnya pun sudah bertambah. Karena saya hanya memiliki total 20 lubang tanam dari dua batang bambu, maka saya cukup leluasa untuk memilih 20 bibit terbaik. Saya memilih 10 bibit tanaman cabe merah dan 10 bibit tomat. Sebelum bibit-bibit ditanam di wadah bambu, terlebih dahulu saya menyiramkan air ke dalamnya. Saya menyiram hingga jenuh, ditandai dengan menetesnya air keluar dari lubang-lubang tanam. Setelah saya rasa cukup, saya pun mulai menanam bibit satu demi satu. Setiap lubang tanam saya bolongi lagi tanahnya untuk memasukkan akar. Semua bagian akar dari setiap bibit harus masuk ke dalam tanah. Setiap jenis bibit (cabe merah dan tomat) saya kelompokkan di wadah bambu terpisah. Kini saya memiliki dua “kebun vertikal”.
Perkembangan dan pemeliharaan
Pada hari pertama setelah penanaman, sejumlah daun menguning dan beberapa di antaranya malah berguguran. Namun, 2-3 hari kemudian, daun-daun muda bermunculan. Satu bulan kemudian batang semakin besar, cabang bertambah, dan daun semakin rimbun, menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan meskipun tidak sepesat pola tanaman normal yang ditanam di tanah, atau setidaknya di pot.
Seperti halnya tanaman konvensional, tanaman vertikultur harus disiram dan dipupuk secara berkelanjutan, juga dilakukan penyemprotan untuk mencegah dan/atau membunuh hama pengganggu. Dan seperti juga tanaman dalam wadah lainnya, pemupukan harus lebih sering karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang umumnya terdapat secara alami di dalam tanah. Karena posturnya yang jangkung dan wadah yang sebagian besar tertutup, saya berpikir bahwa yang cocok digunakan adalah pupuk cair. Saya memilih salah satu produk pupuk cair organik yang saat ini sudah banyak beredar di pasar. Untuk pengusir hama, saya juga menggunakan produk berbahan organik dari pasar yang selain untuk mengusir hama juga memiliki fungsi untuk mempercepat penguraian bahan pupuk organik.
Saya menyukai kenyataan walaupun awalnya agak aneh, bahwa untuk menyiram, saya hanya “memasukkan” air dari atas lubang bambu. Begitupun ketika mengaplikasikan pupuk cair. Selain itu saya juga mencipratkan air dan pupuk cair langsung ke daun tanaman, atau dengan menggunakan semprotan. Satu hal lagi yang meringankan saya dalam memelihara tanaman vertikultur adalah saya tidak perlu membersihkan gulma, karena memang (sejauh ini) belum ada gulma yang tumbuh. Bandingkan jika ditanam di tanah atau di pot yang memungkinkan gulma tumbuh sangat rajin. Hari ini dibersihkan, dua hari kemudian sudah muncul lagi.
Model dan bahan untuk membuat wadah vertikultur sangat banyak, tinggal disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Selain bambu dapat juga digunakan paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran karung beras pun bisa. Ada beberapa model lain yang ingin dan telah saya coba, dengan bahan bambu yang sangat dominan. Saya hanya ingin memanfaatkan sisa-sisa bahan bangunan yang digunakan waktu renovasi, karena saya percaya bahwa salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita.
No comments:
Post a Comment