1.
Malam Ketetapan
Penetapan dan pengaturan sehingga
Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup
manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad Dukhan
ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan
sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua
urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya
(12: 334-335) menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul
Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan
rizki. Dan juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun.
Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhahhak dan
ulama salaf lainnya.
2.
Malam Kemuliaan
Malam tersebut adalah malam mulia
tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran.
Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an secara utuh
sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di langit dunia.
3.
Malam 1000 Bulan
Dalam Al Qur’an, tepatnya Surat Al
Qadar malam ini dikatakan memiliki nilai lebih baik dari seribu bulan. Qotadah
dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu
bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan
puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.
4.
Malam Turunnya Malaikat
Keistimewaan Lailatul Qadar ditandai
pula dengan turunnya malaikat. Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul
Qadar karena banyaknya barokah (berkah) pada malam tersebut. Karena sekali
lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana
malaikat turun ketika ada yang membacakan Al Qur’an, mereka akan mengitari
orang-orang yang berada dalam majelis dzikir -yaitu majelis ilmu-. Dan malaikat
akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat
mengagungkan mereka.
Barangsiapa melaksanakan shalat pada
malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901). Ibnu Hajar
Al Asqalani mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan
janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam
tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah),
bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya
No comments:
Post a Comment