Friday, 13 April 2012
PERTANIAN BERKELANJUTAN
PERTANIAN TERPADU DAN BERKELANJUTAN
Pertanian
terpadu secara sederhana dapat dimaknai sebagai pertanian yang
menggabungkan berbagai subsektor (pertanian, peternakan dan perikanan)
dalam satu area dengan luasan tertentu sehingga lebih efisien dan tidak
menghasilkan limbah yang tidak dapat didaur ulang. Pertanian terpadu
menjadi efisien karena relatif tidak membuang limbah. Sebagai contoh:
Pertanian Terpadu di Lembah Hijau Sragen Jawa tengah. Jerami limbah dari
budidaya padi sawah, dimanfaatkan untuk silase sebagai pakan sapi
perah. Kotoran sapi perah dimanfaatkan sebagai pupuk organik, sedangkan
limbah cair dari kandang dialirkan ke kolam ikan patin. Dari proses yang
sedang berjalan, petani dapat memanen padi, susu dan ikan patin. Pupuk
organik juga dapat diaplikasikan untuk tanaman hias sehingga dapat juga
berjualan tanaman hias dan pupuk organik.
Di
Kabupaten Pasuruan juga sedang dikembangkan model pertanian terpadu,
bahkan diperkaya, karena limbah yang berupa kotoran sapi perah
dimanfaatkan dulu untuk pembuatan biogas sebelum dijadikan sebagai pupuk
tanaman. Dengan dihasilkannya biogas ada banyak keuntungan yang didapat
karena kita tidak perlu membeli minyak tanah atau gas untuk memasak dan
penerangan, selain itu juga dapat mengurangi gas metan yang terkandung
dalam kotoran ternak.
Penerapan
pertanian terpadu akan mendorong pertanian yang berkelanjutan, karena
dalam pertanian terpadu kita dapat meminimalkan penggunaan pupuk non
organik bahkan menghilangkannya, sehingga tanah tidak menjadi rusak. Di
sisi lain, produk yang dihasilkan lebih baik bagi kesehatan karena
komoditas tersebut masuk dalam kategori organik. Dengan semakin
meningkatnya kesadaran tentang kesehatan dan trend mengkonsumsi bahan
pangan organik, maka petani akan lebih diuntungkan. Hal ini disebabkan
karena bahan pangan organik memiliki harga jual yang lebih mahal
dibandingkan komoditas yang non organik.
Hambatan
Penerapan Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan Penerapan pertanian
terpadu dan berkelanjutan memang tidak semudah kata-kata. Ada beberapa
faktor kendala, diantaranya:
1. Kepemilikan lahan petani rata-rata tidak luas dan tidak meyatu.
2. Modal kerja awal yang dimiliki tidak besar.
3. Belum memiliki akses modal dan pasar.
4. Masih bekerja secara individu, belum berkelompok sehingga dengan keterampilan yang terbatas.
Upaya Meminimalisasi Hambatan:
1. Bekerjasama
dengan pemilik lahan di sekitarnya untuk merealisasikan pertanian
terpadu dan berkelanjutan dalam area yang cukup, semakin luas semakin
bagus.
2. Melakukan joint modal kerja.
3. Melakukan
terobosan pasar dengan mengikuti pasar lelang, pameran dan menjajakan
komoditas. Di Jawa Timur, tepatnya di Jemundo Sidoarjo telah dibangun
Pasar Puspa Agro, di lahan seluas 50 hektar tersebut petani dapat
bertemu dengan para pedagang grosir yang didatangkan oleh pihak
pengelola. Di tempat tersebut juga disediakan penginapan bagi petani
dengan harga sewa yang relatif murah.
4. Menggalakkan
pelatihan-pelatihan tentang penggunaan teknologi tepat guna, pertanian
organik, serta upaya mendukung pengurangan efek pemanasan global.
5. Berupaya
menertibkan administrasi mulai perjanjian kerja sama, recording ternak,
tanaman dan sebagainya, termasuk menghargai setiap individu yang
terlibat dengan mengkonversikan ke dalam biaya tenaga kerja. Point nomer
4 merupakan pendukung, namun sangat penting untuk memperlancar kerja
sama.
Kesimpulan
Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan harus terus menerus diupayakan agar petani memperoleh hasil yang memadai dari setiap usaha yang dijalankannya. Selain itu akan mendorong kelestarian lingkungan. Namun semua ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan pemerintah. Pemerintah hendaknya menganalisis semua faktor secara seksama sebelum mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk petani.
Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan harus terus menerus diupayakan agar petani memperoleh hasil yang memadai dari setiap usaha yang dijalankannya. Selain itu akan mendorong kelestarian lingkungan. Namun semua ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan pemerintah. Pemerintah hendaknya menganalisis semua faktor secara seksama sebelum mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk petani.
Pertanian Terpadu
Pertanian Terpadu
Penerapan
sistem pertanian terpadu integrasi ternak dan tanaman terbukti sangat
efektif dan efisien dalam rangka penyediaan pangan masyarakat. Siklus
dan keseimbangan nutrisi serta energi akan terbentuk dalam suatu
ekosistem secara terpadu. Sehingga akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan
biaya produksi.
Kegiatan
terpadu usaha peternakan dan pertanian ini, sangatlah menunjang dalam
penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering
disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan
untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan
ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang
optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi
antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan
saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi
produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. Sistem
tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah
perkebunan. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai
komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya
merupakan komponen kedua.
Praktek penerapan pola usaha tani konservasi ini hendaknya dilakukan secara terpadu, seperti sistem multiple croping
(pertanaman ganda / tumpang sari), agroforestry, perternakan, dan
dipadukan dengan pembuatan teras. Misalnya dalam praktek PHBM, tanaman
pangan ditanam pada bidang teras meliputi kedelai, kacang tanah, jagung
dan kacang panjang yang di tanamn diantara tanaman tahunan (misal: jati,
mauni atau pinus sebagai tanaman pokok). Pada tepi teras ditanami
dengan tanaman penguat teras yang terdiri dari tanaman rumput, lamtoro
dan dapat ditanami tanaman hortikultura seperti srikaya ataupun nanas
dan pisang. Tanaman rumput pada tepi teras disamping berfungsi sebagai
penguat teras juga sebagai sumber pakan ternak (sapi atau kambing).
Napak Tilas Riwayat Kemajuan Teknologi Pertanian Zaman Purba sampai Kini
Napak Tilas Riwayat Kemajuan Teknologi Pertanian Zaman Purba sampai Kini
PENDAHULUAN
Bahan makanan dan sandang merupakan
keperluan dasar umat manusia. Pada tahun 1975 populasi penduduk
berjumlah 4 miliar, pada tahun 2000 jumlah penduduk meningkat lebih 6
miliar. Setiap tahun penduduk bertambah, berarti kebutuhan bahan
makanan dan sandang untuk manusia juga bertambah. Untuk itu manusia
perlu mengupayakan peningkatan produksi bahan makanan dan sandang setiap
tahun untuk memenuhi kebutuhannya.
Perluasan area pertanian tidak dapat
diandalkan, yang dibutuhkan adalah mengintensifkan lahan-lahan pertanian
dimana teknologi pengelolaan tanah-tanaman memainkan peranan yang amat
penting dalam meningkatkan produksi. Berhubungan dengan itu, mengetahui
perkembangan kemajuan bidang pertanian diharapkan akan mendorong
semangat peneliti atau yang berjiwa peneliti, untuk mempelajari dan
menemukan cara-cara baru inovatif guna meningkatkan produksi tanaman.
Tulisan ini kupersembahkan bagi adik-adik peneliti muda semoga
bermanfaat.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN ZAMAN DAHULU (PURBA)
Perkembangan pertanian dimulai ketika manusia mulai menanam. Waktu yang tepat tidak diketahui. Pada mulanya memungut, berburu, dan berpindah-pindah. Waktu terus berjalan, manusia lebih banyak menetap daripada berpindah-pindah. Manusia berkembang, terbentuklah keluarga, marga, suku, kampung, dan desa-desa. Perubahan mengembara ke menetap member keterampilan dan keahlian bertani.
Sepanjang catatan yang ada, perkembangan pengelolaan tanah-tanaman dimulai di Mesopotania (Irak), terletak antara sungai Tigris dan Kufrat pada 2500 SM. Tanah di wilayah ini subur dan produksi tanaman pertaniannya jauh lebih tinggi daripada di wilayah lain. Menurut Horodutus, tingginya produksi diduga karena adanya sistim irigasi yang baik dan subur karena banjir tahunan yang melanda tiap tahun. Theophrastus (300 SM) kemudian menulis bahwa sungai Tigris kaya akan lumpur, dan orang-orang sengaja menggenangi lahannya selama mungkin sehingga akan mengendap sejumlah besar lumpur di lahannya. Selanjutnya pada era ini juga diamati bahwa pada lahan tertentu, jika ditanami terus menerus produksinya akan turun. Namun dengan penambahan pupuk kandang dan limbah tanaman, kesuburan tanahnya akan pulih.
Homer (700-900 SM) sebelumnya telah menulis dalam syair kepahlawanan Yunani bahwa pemberian pupuk kandang memperbaiki pertumbuhan anggur dan pupuk kandang yang ditumpuk akan menjadi kompos. Theophrastus (372 – 287 SM) melaporkan beberapa hal sebagai berikut ; 1) Tanah yang miskin perlu pupuk banyak, sedangkan yang subur dipupuk sekedar saja; 2) Makna pembuatan persemaian; 3) Tanaman yang subur memerlukan banyak air; 4) Anjuran untuk menanmpung kotoran hewan yang nilai pupuknya tinggi; 5) Dikisahkan pula tentang kebun sayuran dan zaitun disekitar Athena diberi air comberan kota, dan pupk kandang cair. 6) Ppupuk dibedakan menurut urutan nilai terbesar ke kecil : manusia > babi > kambing > domba > sapi > kuda (RRC saat ini dikenal paling luas menggunakan tinja). Kemudian Varro (Roma) menulis bahwa kotoran unggas nilai pupknya lebih tinggi daripada kotoran manusia. Selanjutnya Collumella menyatakan bahwa semanggi baik untuk makanan ternak karena semanggi memperkaya kotoran ternak. Jauh sebelumnya Archilochus (700 SM) melaporkan bahwa bangkai dan darah baik untuk tanaman.
Pupuk hijau, tanaman kekacangan (legum) dikenal menyuburkan tanah. Teophrastus mencatat bahwa di Macedonia petani memanfaatkan legum dan membajaknya sehingga bercampur dengan tanah. Cato (234 – 149 SM), seorang pemikir dan sejarawan mengemukakan; (1) Abu tanaman dapat menyuburkan tanah, (2) Kebun anggur yang miskin jika ditanami dengan legum kemudian dibenamkan, akan memulihkan kesuburan tanah. Peranan tanaman kekacangan juga diakui oleh Columella dan Virgil (70 -19 SM).
Kapan penggunaan pupuk mineral oleh orang purba tidak diketahui dengan pasti. Theophastus menulis bahwa campuran berbagai macam tanah merupakan suatu cara untuk memperbaiki kerusakan dan kesuburan tanah. Penambahan tanah subur ke tanah kurang subur, dan campuran tanah bertekstur kasar dan halus akan memperbaiki tanah.
Gamping (kapur) juga telah dicatat bermanfaat bagi tanah. Orang-orang Aegina menambang gamping dan memanfaatkannya ke tanah. Pliny (62 -113) menganjurkan pemberian kapur halus ke tanah. Pemberian sekali, nampak cukup untuk beberapa tahun.
Arti dan nilai abu tanaman pada zaman ini juga tertulis. Xenophon dan Virgil (70 -19 SM) menganjurkan pembakaran jerami. Cato menasihatkan penjaga kebun anggur untuk membakar pangkasan-pangkasan dan membajaknya dengan maksud menyuburkan tanah. Demikian pula Columella, menganjurkan penebaran abu atau kapur pada tanah untuk mengurangi kemasaman tanah.
KNO3 (salperter) bermanfaat untuk tanaman telah dicatat oleh Theophrastus dan Pliny. Air asin juga diketahui berguna. Theophrastus menyatakan bahwa pohon palem membutuhkan garam. Petani-petani dulu, menebar air asin disekitar akar pohon (tanaman) mereka.
Karakteristik tanha, Bulk Density (BD) sebagai indikator kesuburan tanah telah dikemukakan oleh Virgil. Cara mulai BD tanah yaitu gali lubang, dan kembalikan tanah galian ke lubang. Bila lubang penuh atau berlebih berarti tanah itu padat, kurang baik untuk tanaman. Tanah demikian butuh pengolahan dengan bajak (sapi) yang kuat. Sebaliknya, jika galian tidak penuh, berarti tanahnya gembur, baik untuk tanaman. Virgil juga memperkenalkan cara-cara yang sekarang dikenal sebagai prototype uji kimia tanah. Tanah yang bergaram, rasanya lebih pahit, sehingga jagung tidak akan tumbuh. Selanjutnya Columella juga menganjurkan uji rasa untuk mengukur tingkat kemasaman dan kegaraman tanah. Kemudian Pliny menyatakan bahwa rasa pahit mungkin ada hubungannya dengan warna hitam tanah dan adanya bahan (sisa) tanaman dalam tanah. Selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan pertumbuhan terjadi akibat dari tingkat kesuburan yang berbeda. Ini dapat diketahui dengan membandingkan tebal batang jagung. Columella kemudian mengemukakan bahwa uji terbaik kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu adalah apakah tanaman itu dapat tumbuh.
Penulis-penulis dulu dan sekarang banyak percaya bahwa warna tanah merupakan kriteria kesuburan tanah. Tanah yang berwarna hitam (gelap) berarti subur, sedangkan yang berwarna terang atau kelabu berarti tidak subur. Pandangan ini ditentang oleh Columella, diberi contoh tanah rawa di Libya berwarna hitam ternyata tidak subur, sedangkan yang berwarna terang diketahui subur. Dia menyimpulkan bahwa petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah adalah struktur, tekstur dan kemasaman tanah.
Zaman keemasan bangsa Yunani terjadi pada 800 – 200 SM. Banyak orang
dalam periode ini genius. Tulisan-tulisan, budaya dan cara-cara
pertaniannya ditiru oleh orang Romawi, dan filosofi Yunani menguasai
pemikiran manusia selama lebih dari 2000 tahun.Perkembangan pertanian dimulai ketika manusia mulai menanam. Waktu yang tepat tidak diketahui. Pada mulanya memungut, berburu, dan berpindah-pindah. Waktu terus berjalan, manusia lebih banyak menetap daripada berpindah-pindah. Manusia berkembang, terbentuklah keluarga, marga, suku, kampung, dan desa-desa. Perubahan mengembara ke menetap member keterampilan dan keahlian bertani.
Sepanjang catatan yang ada, perkembangan pengelolaan tanah-tanaman dimulai di Mesopotania (Irak), terletak antara sungai Tigris dan Kufrat pada 2500 SM. Tanah di wilayah ini subur dan produksi tanaman pertaniannya jauh lebih tinggi daripada di wilayah lain. Menurut Horodutus, tingginya produksi diduga karena adanya sistim irigasi yang baik dan subur karena banjir tahunan yang melanda tiap tahun. Theophrastus (300 SM) kemudian menulis bahwa sungai Tigris kaya akan lumpur, dan orang-orang sengaja menggenangi lahannya selama mungkin sehingga akan mengendap sejumlah besar lumpur di lahannya. Selanjutnya pada era ini juga diamati bahwa pada lahan tertentu, jika ditanami terus menerus produksinya akan turun. Namun dengan penambahan pupuk kandang dan limbah tanaman, kesuburan tanahnya akan pulih.
Homer (700-900 SM) sebelumnya telah menulis dalam syair kepahlawanan Yunani bahwa pemberian pupuk kandang memperbaiki pertumbuhan anggur dan pupuk kandang yang ditumpuk akan menjadi kompos. Theophrastus (372 – 287 SM) melaporkan beberapa hal sebagai berikut ; 1) Tanah yang miskin perlu pupuk banyak, sedangkan yang subur dipupuk sekedar saja; 2) Makna pembuatan persemaian; 3) Tanaman yang subur memerlukan banyak air; 4) Anjuran untuk menanmpung kotoran hewan yang nilai pupuknya tinggi; 5) Dikisahkan pula tentang kebun sayuran dan zaitun disekitar Athena diberi air comberan kota, dan pupk kandang cair. 6) Ppupuk dibedakan menurut urutan nilai terbesar ke kecil : manusia > babi > kambing > domba > sapi > kuda (RRC saat ini dikenal paling luas menggunakan tinja). Kemudian Varro (Roma) menulis bahwa kotoran unggas nilai pupknya lebih tinggi daripada kotoran manusia. Selanjutnya Collumella menyatakan bahwa semanggi baik untuk makanan ternak karena semanggi memperkaya kotoran ternak. Jauh sebelumnya Archilochus (700 SM) melaporkan bahwa bangkai dan darah baik untuk tanaman.
Pupuk hijau, tanaman kekacangan (legum) dikenal menyuburkan tanah. Teophrastus mencatat bahwa di Macedonia petani memanfaatkan legum dan membajaknya sehingga bercampur dengan tanah. Cato (234 – 149 SM), seorang pemikir dan sejarawan mengemukakan; (1) Abu tanaman dapat menyuburkan tanah, (2) Kebun anggur yang miskin jika ditanami dengan legum kemudian dibenamkan, akan memulihkan kesuburan tanah. Peranan tanaman kekacangan juga diakui oleh Columella dan Virgil (70 -19 SM).
Kapan penggunaan pupuk mineral oleh orang purba tidak diketahui dengan pasti. Theophastus menulis bahwa campuran berbagai macam tanah merupakan suatu cara untuk memperbaiki kerusakan dan kesuburan tanah. Penambahan tanah subur ke tanah kurang subur, dan campuran tanah bertekstur kasar dan halus akan memperbaiki tanah.
Gamping (kapur) juga telah dicatat bermanfaat bagi tanah. Orang-orang Aegina menambang gamping dan memanfaatkannya ke tanah. Pliny (62 -113) menganjurkan pemberian kapur halus ke tanah. Pemberian sekali, nampak cukup untuk beberapa tahun.
Arti dan nilai abu tanaman pada zaman ini juga tertulis. Xenophon dan Virgil (70 -19 SM) menganjurkan pembakaran jerami. Cato menasihatkan penjaga kebun anggur untuk membakar pangkasan-pangkasan dan membajaknya dengan maksud menyuburkan tanah. Demikian pula Columella, menganjurkan penebaran abu atau kapur pada tanah untuk mengurangi kemasaman tanah.
KNO3 (salperter) bermanfaat untuk tanaman telah dicatat oleh Theophrastus dan Pliny. Air asin juga diketahui berguna. Theophrastus menyatakan bahwa pohon palem membutuhkan garam. Petani-petani dulu, menebar air asin disekitar akar pohon (tanaman) mereka.
Karakteristik tanha, Bulk Density (BD) sebagai indikator kesuburan tanah telah dikemukakan oleh Virgil. Cara mulai BD tanah yaitu gali lubang, dan kembalikan tanah galian ke lubang. Bila lubang penuh atau berlebih berarti tanah itu padat, kurang baik untuk tanaman. Tanah demikian butuh pengolahan dengan bajak (sapi) yang kuat. Sebaliknya, jika galian tidak penuh, berarti tanahnya gembur, baik untuk tanaman. Virgil juga memperkenalkan cara-cara yang sekarang dikenal sebagai prototype uji kimia tanah. Tanah yang bergaram, rasanya lebih pahit, sehingga jagung tidak akan tumbuh. Selanjutnya Columella juga menganjurkan uji rasa untuk mengukur tingkat kemasaman dan kegaraman tanah. Kemudian Pliny menyatakan bahwa rasa pahit mungkin ada hubungannya dengan warna hitam tanah dan adanya bahan (sisa) tanaman dalam tanah. Selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan pertumbuhan terjadi akibat dari tingkat kesuburan yang berbeda. Ini dapat diketahui dengan membandingkan tebal batang jagung. Columella kemudian mengemukakan bahwa uji terbaik kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu adalah apakah tanaman itu dapat tumbuh.
Penulis-penulis dulu dan sekarang banyak percaya bahwa warna tanah merupakan kriteria kesuburan tanah. Tanah yang berwarna hitam (gelap) berarti subur, sedangkan yang berwarna terang atau kelabu berarti tidak subur. Pandangan ini ditentang oleh Columella, diberi contoh tanah rawa di Libya berwarna hitam ternyata tidak subur, sedangkan yang berwarna terang diketahui subur. Dia menyimpulkan bahwa petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah adalah struktur, tekstur dan kemasaman tanah.
KEMAJUAN TEKNOLOGI PERTANIAN SAMPAI DENGAN ABAD XIX
Dimulai saat jatuhnya kerajaan Romawi.
Pietro de Crescenzi (1230 – 1307) dijuluki sebagai Bapak Agronomi.
Beliau menyusun buku “Opus Ruralium Commodorum” yang merupakan cara
bercocok tanam setempat. Isi utamanya merupakan ringkasan pekerjaan
sejak Homer.
Palissy (1563) berpendapat bahwa abu
tanaman merupakan bahan yang berasal dari tanah. Sementara itu Francis
Bacon (1561-1624) mengemukakan bahwa (1) Hara (makanan) utama adalah
air,(2) Fungsi tanah yaitu mempertahankan tanaman tegak, melindungi dari
panas dan dingin, menyediakan senyawa khusus untuk tanaman, (3)
Penanaman terus-menerus pada lahan yang sama akan menurunkan produksi.
Selanjutnya D.B. Van Helmont (1577-1644) seorang ahli fisika dan kimia
mengadakan percobaan tanaman Willow berat awalnya 5 pound ditanam dalam
pot berisi tanah seberat 200 pound. Setelah 5 tahun tanaman dan tanah
ditimbang, berat tanaman menjadi 169 pound, sedangkan tanah 198 pound,
berarti lebih ringan 2 pound. Selam percobaan hanya ditambahkan air.
Akhirnya disimpulkan bahwa air merupakan hara satu-satunya bagi
tanaman. Kesimpulan Helmont walaupun salah, namun merupakan dasar bagi
peneliti-peneliti lainnya. Kemudian Robert Boyle (1627-1691) seorang
ahli fisika mengulangi pekerjaan Helmont dan memperkuat temuannya bahwa
tanaman terdiri dari garam, alcohol, tanah dan minyak yang semuanya
dibentuk dari air. Sebaliknya J. R. Glauber (1604-1668), ahli kimia,
menyimpulkan bahwa saltpeter (KNO3) merupakan satu-satunya hara yang
diperlukan tanaman, bukan air.
Pengamatannya melalui pengambilan contoh tanah di kandang. Diketahui bahwa garam (mineral) berasal dari kotoran ternak, sedangkan ternak memakan rumput, berarti garam itu berasal dari rumput. Ketika garam diberikan pada tanaman , pertumbuhan tampak lebih baik. Akhirnya J. Woodward (± 1700) menjawab pekerjaan Helmont dan Boyle. Dia menanam spearmint dalam air hujan, air sungai, comberan, comberan + tanah. Tanaman ditimbang pada awal dan akhir. Nampak pertumbuhan tanaman berbeda-beda menurut kotoran yang terdapat dalam air. Pendekatan ini agaknya lebih baik dari sebelumnya.
Jethro Tull (1674 – 1741) dikenal sebagai Bapak Mekanisasi Pertanian. Dia mengamati kejanggalan dari dua lahan berbeda yang ditanami tanaman yang sama. Kedua lahan diketahui mendapat udara dan hujan yang sama, namun hasilnya berbeda. Tull berpendapat bahwa tentu ada sesuatu yang diambil tanaman dari tanah yang berbeda. Dia menyatakan bahwa tanaman mengambil makanan dari partikel-partikel halus tanah, karena itu pengolahan tanah penting agar tanah menjadi lebih halus dan gembur. Jethro Tull adalah pencipta alat-alat pertanian yang ditarik hewan.
Arthur Young (1741 – 1820)melakukan percobaan pot untuk mengetahui senyawa apa yang memperbaiki pertumbuhan tanaman barley (jelai). Pot-pot diberi perlakuan arang, minyak, kotoran ayam, anggur, nitrat, mesiu, kulit kerang, dan bahan-bahan lain. Hasilnya, ada yang baik, ada yang mati. Hasilnya diterbitkan dalam 64 volume, dan menggambarkan pendapat bahwa tanaman tersusun dari suatu senyawa dan selanjutnya para ahli mencari prinsip tanaman ini.
Francis Home (± 1775) melakukan percobaan pot dan mengukur pengaruh berbagai macam zat, kemudian menganalisis (kimia) bahan tanaman. Dia menyatakan bahwa persoalan pertanian yang penting adalah hara tanaman. Prinsip tanaman bukan hanya satu, melainkan ada beberapa antara lain : udara, air, tanah, garam-garam, minyak, dan api padat (Phlogiston). Dia juga yakin bahwa bahan organic atau humus diambil secara langsung oleh tanaman dan merupakan hara pokok. Pendapat ini bertahan selama bertahun-tahun dan sukar untuk dihilangkan oleh karena hasil analisis kimia tanaman dan humus menunjukkan keduanya mengandung unsur-unsur penting yang sama. Pada waktu itu proses fotosintesis belum ditemukan. Penelitian Home merupakan batu loncatan yang berharga dalam perkembangan ilmu-ilmu pertanian selanjutnya.
Priestley (1772) dan Ingenhousz (1730 – 1799) menunjukkan bahwa dalam keadaan terang (ada cahaya matahari) akan menghasilkan oksigen. Selanjutnya, J.Senebier (1742 – 1809) menyatakan bahwa kenaikan bobot Willow dari percobaan Van Helmont bukan akibat air melainkan udara (C dalam tanaman berasal dari udara).
Pengamatannya melalui pengambilan contoh tanah di kandang. Diketahui bahwa garam (mineral) berasal dari kotoran ternak, sedangkan ternak memakan rumput, berarti garam itu berasal dari rumput. Ketika garam diberikan pada tanaman , pertumbuhan tampak lebih baik. Akhirnya J. Woodward (± 1700) menjawab pekerjaan Helmont dan Boyle. Dia menanam spearmint dalam air hujan, air sungai, comberan, comberan + tanah. Tanaman ditimbang pada awal dan akhir. Nampak pertumbuhan tanaman berbeda-beda menurut kotoran yang terdapat dalam air. Pendekatan ini agaknya lebih baik dari sebelumnya.
Jethro Tull (1674 – 1741) dikenal sebagai Bapak Mekanisasi Pertanian. Dia mengamati kejanggalan dari dua lahan berbeda yang ditanami tanaman yang sama. Kedua lahan diketahui mendapat udara dan hujan yang sama, namun hasilnya berbeda. Tull berpendapat bahwa tentu ada sesuatu yang diambil tanaman dari tanah yang berbeda. Dia menyatakan bahwa tanaman mengambil makanan dari partikel-partikel halus tanah, karena itu pengolahan tanah penting agar tanah menjadi lebih halus dan gembur. Jethro Tull adalah pencipta alat-alat pertanian yang ditarik hewan.
Arthur Young (1741 – 1820)melakukan percobaan pot untuk mengetahui senyawa apa yang memperbaiki pertumbuhan tanaman barley (jelai). Pot-pot diberi perlakuan arang, minyak, kotoran ayam, anggur, nitrat, mesiu, kulit kerang, dan bahan-bahan lain. Hasilnya, ada yang baik, ada yang mati. Hasilnya diterbitkan dalam 64 volume, dan menggambarkan pendapat bahwa tanaman tersusun dari suatu senyawa dan selanjutnya para ahli mencari prinsip tanaman ini.
Francis Home (± 1775) melakukan percobaan pot dan mengukur pengaruh berbagai macam zat, kemudian menganalisis (kimia) bahan tanaman. Dia menyatakan bahwa persoalan pertanian yang penting adalah hara tanaman. Prinsip tanaman bukan hanya satu, melainkan ada beberapa antara lain : udara, air, tanah, garam-garam, minyak, dan api padat (Phlogiston). Dia juga yakin bahwa bahan organic atau humus diambil secara langsung oleh tanaman dan merupakan hara pokok. Pendapat ini bertahan selama bertahun-tahun dan sukar untuk dihilangkan oleh karena hasil analisis kimia tanaman dan humus menunjukkan keduanya mengandung unsur-unsur penting yang sama. Pada waktu itu proses fotosintesis belum ditemukan. Penelitian Home merupakan batu loncatan yang berharga dalam perkembangan ilmu-ilmu pertanian selanjutnya.
Priestley (1772) dan Ingenhousz (1730 – 1799) menunjukkan bahwa dalam keadaan terang (ada cahaya matahari) akan menghasilkan oksigen. Selanjutnya, J.Senebier (1742 – 1809) menyatakan bahwa kenaikan bobot Willow dari percobaan Van Helmont bukan akibat air melainkan udara (C dalam tanaman berasal dari udara).
KEMAJUAN SELAMA ABAD XIX DAN XX
De Sausseure (1804) mengamati pengaruh udara terhadap tanaman serta asal garam dalam tanaman. Disimpulkan bahwa tanaman menyerap O2 dan melepaskan CO2. Di bawah pengaruh sinar matahari tanaman menyerap CO2 dan melepaskan O2. Selanjutnya dikatakan, tanpa CO2, tanaman akan mati. De Sausseure menganalisis abu tanaman dan mendapatkan kesamaan unsur-unsur yang dikandung abu tanaman dan tanah. Selanjutnya, Sir Humphrey Davy (1813) menentang De Sausseure bahwa CO2 berasal dari udara. Dia mengemukakan pentingnya pupuk dan abu tanaman, dan minyak bumi adalah pupuk. Jika tanah tidak produktif dan harus diperbaiki, perlu dicari penyebabnya melalui analisis kimia.
Kemajuan selanjutnya dicapai oleh Jurtus Von Liebig (1803 -1873). Dari beberapa percobaannya disimpulkan : 1) Unsur kimia dalam tanaman mesti berasal dari tanah dan udara, 2) Sebagian besar C nerasal dari atmosfer, H dan O berasal dari air, 3) Logam-logam Ca, Mg, K, penting untuk menetralisir asam, dan 4) Fosfor diperlukan untuk pembentukan biji. Kemudian Lawes (1830 -1850) mencoba efektivitas tulang yang digiling sebagai sumber P tanaman. Ternyata, tidak efektif, dan berlawanan dengan pendapat Liebig. Rupanya diperlukan P yang lebih larut. Lawes dkk juga berpendapat lain bahwa sumber N adalah tanah sedangkan Leibig berpendapat bahwa N bersumber dari udara.
Pada era ini (1802 – 1882) J.B. Bousingault seorang ahli kimia tanah dan pertanian mengamati bahwa tanaman polongan memperoleh N dari udara bila tanah tempat ia tumbuh tidak pernah dipanaskan. N udara kemudian diubah menjadi senyawa yang cocok bagi tanaman. Pemanasan rupanya mematikan jasad hidup tanah, dan Bousingault belum dapat mengkaitkannya dengan fiksasi N. Nanti 50 tahun kemudian Beiyerinck mengisolasi bakteri (Bacillus radicicola) yang berperan dalam pengikatan nitrogen udara oleh tanaman polongan.
Temuan-temuan dalam abad 20 antara lain unsur-unsur penting lainnya bagi tanaman misalnya Mn, B, Zn, Cn, Mo, Cl, Co, V dan Na, metode-metode penelitian, analisis-analisis, pupuk, kesetimbangan hara dalam tanah, serapan dan ketersediaan hara, peranan mikrobia dalam pengikatan N udara, dan bioteknologi lainnya.
HARAPAN ABAD XXI
Manusia makin bertambah, kebutuhan makanan dan sandang juga semakin bertambah. Unsur yang paling banyak dibutuhkan tanaman adalah nitrogen, dengan demikian kebutuhan pupuk N dimasa datang juga meningkat. Untuk memproduksi pupuk N dibutuhkan biaya besar (konstruksi pabrik, gas alam). Di samping itu juga adanya resiko polusi, dan bahan baku tidak dapat diperbaharui. Sebagai pilihan dimasa datang adalah meningkatkan dan mengembangkan mikrobia yang dapat mengikat N udara.
Perbaikan metode analisis tanah dan tanaman untuk menentukan kebutuhan pupuk juga merupakan bagian penting dimasa datang. Selanjutnya bagaimana mencari, menemukan, dan mengembangkan formulasi pupuk yang pelepasannya lambat sehingga lebih efektif dan efisien perlu mendapat perhatian. Teknik-teknik konservasi untuk menekan laju erosi, dan meningkatkan efisiensi irigasi dan penggunaan air amsih memerlukan penelitian mendalam. Suatu perkembangan baru muncul di bidang genetikamolekuler. Lewat teknik-teknik pemindahan gen, kualitas dari suatu genus atau jenis yang diinginkan dapat dipindahkan ke tanaman lain. Teknologi ini diharapkan terus dikembangkan dan disempurnakan sehingga dimasa datang dapat diciptakan tanaman-tanaman sesusai dengan yang diinginkan. Kemajuan-kemajuan bioteknologi kini dan masa datang akan sangat bermanfaat bagi manusia.
Teknologi pemanfaatan pengindraan jauh (remote sensing) untuk menentukan kondisi tanaman juga diharapkan semakin meningkat. Persoalan-persoalan yang muncul dari tanah, irigasi, serangan hama dan penyakit dapat diketahui sedini mungkin melalui pengindraan jauh dan dapat segera diperbaiki untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Kemajuan-kemajuan pertanian dimasa datang tergantung pada peneliti-peneliti berbobot, yang mempunyai pengamatan tajam dan pandangan jauh kedepan.
Untuk setiap persoalan yang dipecahkan peneliti hari ini mungkin akan banyak menimbulkan persoalan lain dimasa datang. Seorang peneliti dibidang pertanian mestinya mampu menggali lebih dalam dan lebih banyak bertanya tentang “mengapa” (Why) daripada “apa” (What). Alam terbuka namun penuh rahasia dan misteri alam menantimu. Suatu tantangan bagi peneliti untuk menjelajahi dan menyingkapnya.
De Sausseure (1804) mengamati pengaruh udara terhadap tanaman serta asal garam dalam tanaman. Disimpulkan bahwa tanaman menyerap O2 dan melepaskan CO2. Di bawah pengaruh sinar matahari tanaman menyerap CO2 dan melepaskan O2. Selanjutnya dikatakan, tanpa CO2, tanaman akan mati. De Sausseure menganalisis abu tanaman dan mendapatkan kesamaan unsur-unsur yang dikandung abu tanaman dan tanah. Selanjutnya, Sir Humphrey Davy (1813) menentang De Sausseure bahwa CO2 berasal dari udara. Dia mengemukakan pentingnya pupuk dan abu tanaman, dan minyak bumi adalah pupuk. Jika tanah tidak produktif dan harus diperbaiki, perlu dicari penyebabnya melalui analisis kimia.
Kemajuan selanjutnya dicapai oleh Jurtus Von Liebig (1803 -1873). Dari beberapa percobaannya disimpulkan : 1) Unsur kimia dalam tanaman mesti berasal dari tanah dan udara, 2) Sebagian besar C nerasal dari atmosfer, H dan O berasal dari air, 3) Logam-logam Ca, Mg, K, penting untuk menetralisir asam, dan 4) Fosfor diperlukan untuk pembentukan biji. Kemudian Lawes (1830 -1850) mencoba efektivitas tulang yang digiling sebagai sumber P tanaman. Ternyata, tidak efektif, dan berlawanan dengan pendapat Liebig. Rupanya diperlukan P yang lebih larut. Lawes dkk juga berpendapat lain bahwa sumber N adalah tanah sedangkan Leibig berpendapat bahwa N bersumber dari udara.
Pada era ini (1802 – 1882) J.B. Bousingault seorang ahli kimia tanah dan pertanian mengamati bahwa tanaman polongan memperoleh N dari udara bila tanah tempat ia tumbuh tidak pernah dipanaskan. N udara kemudian diubah menjadi senyawa yang cocok bagi tanaman. Pemanasan rupanya mematikan jasad hidup tanah, dan Bousingault belum dapat mengkaitkannya dengan fiksasi N. Nanti 50 tahun kemudian Beiyerinck mengisolasi bakteri (Bacillus radicicola) yang berperan dalam pengikatan nitrogen udara oleh tanaman polongan.
Temuan-temuan dalam abad 20 antara lain unsur-unsur penting lainnya bagi tanaman misalnya Mn, B, Zn, Cn, Mo, Cl, Co, V dan Na, metode-metode penelitian, analisis-analisis, pupuk, kesetimbangan hara dalam tanah, serapan dan ketersediaan hara, peranan mikrobia dalam pengikatan N udara, dan bioteknologi lainnya.
HARAPAN ABAD XXI
Manusia makin bertambah, kebutuhan makanan dan sandang juga semakin bertambah. Unsur yang paling banyak dibutuhkan tanaman adalah nitrogen, dengan demikian kebutuhan pupuk N dimasa datang juga meningkat. Untuk memproduksi pupuk N dibutuhkan biaya besar (konstruksi pabrik, gas alam). Di samping itu juga adanya resiko polusi, dan bahan baku tidak dapat diperbaharui. Sebagai pilihan dimasa datang adalah meningkatkan dan mengembangkan mikrobia yang dapat mengikat N udara.
Perbaikan metode analisis tanah dan tanaman untuk menentukan kebutuhan pupuk juga merupakan bagian penting dimasa datang. Selanjutnya bagaimana mencari, menemukan, dan mengembangkan formulasi pupuk yang pelepasannya lambat sehingga lebih efektif dan efisien perlu mendapat perhatian. Teknik-teknik konservasi untuk menekan laju erosi, dan meningkatkan efisiensi irigasi dan penggunaan air amsih memerlukan penelitian mendalam. Suatu perkembangan baru muncul di bidang genetikamolekuler. Lewat teknik-teknik pemindahan gen, kualitas dari suatu genus atau jenis yang diinginkan dapat dipindahkan ke tanaman lain. Teknologi ini diharapkan terus dikembangkan dan disempurnakan sehingga dimasa datang dapat diciptakan tanaman-tanaman sesusai dengan yang diinginkan. Kemajuan-kemajuan bioteknologi kini dan masa datang akan sangat bermanfaat bagi manusia.
Teknologi pemanfaatan pengindraan jauh (remote sensing) untuk menentukan kondisi tanaman juga diharapkan semakin meningkat. Persoalan-persoalan yang muncul dari tanah, irigasi, serangan hama dan penyakit dapat diketahui sedini mungkin melalui pengindraan jauh dan dapat segera diperbaiki untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Kemajuan-kemajuan pertanian dimasa datang tergantung pada peneliti-peneliti berbobot, yang mempunyai pengamatan tajam dan pandangan jauh kedepan.
Untuk setiap persoalan yang dipecahkan peneliti hari ini mungkin akan banyak menimbulkan persoalan lain dimasa datang. Seorang peneliti dibidang pertanian mestinya mampu menggali lebih dalam dan lebih banyak bertanya tentang “mengapa” (Why) daripada “apa” (What). Alam terbuka namun penuh rahasia dan misteri alam menantimu. Suatu tantangan bagi peneliti untuk menjelajahi dan menyingkapnya.
KESIMPULAN
Pada zaman dahulu tercatat beberapa kemajuan teknologi dibidang pertanian antara lain adanya system jaringan irigasi yang sudah berkembang, pemanfaatan pupuk kandang, limbah tanaman, kotoran (air buangan) manusia, penggunaan pupuk hijau, dan pengaturan pola tanam. Orang-orang dahulu kala juga telah memanfaatkan kapur, abu tanaman, serta mineral (campuran tanah) sebagai bahan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dalam menilai lahan yang baik untuk bercocok tanam, mereka menggunakan metode analisis secara sederhana terhadap sifat fisik dan kimia tanah.
Sampai dengan abad XIX, pengamatan sudah agak lebih jauh maju. Peneliti berupaya mencari prinsip vegetasi atau bahan (senyawa) yang menyusun tubuh tanaman serta berupaya menyingkap asal-usul bahan penyusun tanaman.
Dalam abad XIX dan XX, pengamatan terhadap prinsip vegetasi makin dipertajam, dan semakin jelas terungkap mengenai faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman polongan yang bekerjasama dengan mikrobia (hidup pada tanaman polongan) diketahui dapat menambat nitrogen udara. Juga ditemukan beberapa unsur esensil lainnya. Metode-metode penelitian makin berkembang, demikian pula metode analisis, penemuan pupuk-pupuk baru, serta kemajuan-kemajuan dalam pemahaman perilaku hara dalam tanah dan tanaman. Juga makin terasa bagaimana arti dan peranan mikrobia (bioteknologi) dalam bidang pertanian dan lain-lain. Dalam menyongsong dan memasuki abad ke XXI, penelitian dan pengembangan dibidang pertanian semakin terasa mendesak, serta semakin perlu ditingkatkan guna menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Friets, F. G. JR. 1977. A perspective on two centuries of progress in soil fertility and plant nutrition. SSAJ 41 : 242-249
Goeswono Soepardi. 1982. Bahan Kuliah Kesuburan Tanah, FPS-IPB.
Tisdale, S.L. W.L. Nelsond, and J.D. Beaton 1985. Soil Fertility and Fertilizers. John Wiley and Sons, New York.
Pada zaman dahulu tercatat beberapa kemajuan teknologi dibidang pertanian antara lain adanya system jaringan irigasi yang sudah berkembang, pemanfaatan pupuk kandang, limbah tanaman, kotoran (air buangan) manusia, penggunaan pupuk hijau, dan pengaturan pola tanam. Orang-orang dahulu kala juga telah memanfaatkan kapur, abu tanaman, serta mineral (campuran tanah) sebagai bahan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dalam menilai lahan yang baik untuk bercocok tanam, mereka menggunakan metode analisis secara sederhana terhadap sifat fisik dan kimia tanah.
Sampai dengan abad XIX, pengamatan sudah agak lebih jauh maju. Peneliti berupaya mencari prinsip vegetasi atau bahan (senyawa) yang menyusun tubuh tanaman serta berupaya menyingkap asal-usul bahan penyusun tanaman.
Dalam abad XIX dan XX, pengamatan terhadap prinsip vegetasi makin dipertajam, dan semakin jelas terungkap mengenai faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman polongan yang bekerjasama dengan mikrobia (hidup pada tanaman polongan) diketahui dapat menambat nitrogen udara. Juga ditemukan beberapa unsur esensil lainnya. Metode-metode penelitian makin berkembang, demikian pula metode analisis, penemuan pupuk-pupuk baru, serta kemajuan-kemajuan dalam pemahaman perilaku hara dalam tanah dan tanaman. Juga makin terasa bagaimana arti dan peranan mikrobia (bioteknologi) dalam bidang pertanian dan lain-lain. Dalam menyongsong dan memasuki abad ke XXI, penelitian dan pengembangan dibidang pertanian semakin terasa mendesak, serta semakin perlu ditingkatkan guna menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Friets, F. G. JR. 1977. A perspective on two centuries of progress in soil fertility and plant nutrition. SSAJ 41 : 242-249
Goeswono Soepardi. 1982. Bahan Kuliah Kesuburan Tanah, FPS-IPB.
Tisdale, S.L. W.L. Nelsond, and J.D. Beaton 1985. Soil Fertility and Fertilizers. John Wiley and Sons, New York.
pertanian organik
ORGANIK DALAM ERA PERTANIAN MODERN
Impian petani dan pendukung kaum tani di dalam melepaskan diri dari
jeratan teknologi kapitalis tampak akan terpenuhi dengan mulai maraknya
praktik pertanian dengan input produksi organik.
Di tengah optimisme dan semangat mewujudkan impian tersebut,
kekhawatran muncul bahwa mimpi tersebut akan tetap menjadi mimpi ketika
terlalu besar harapan, yang kemudian memunculkan mitos.
Tanpa perhatian yang penuh, mitos ini akan menisbikan program bantuan
pemerintah kepada petani, khususnya ketika pasar tidak melihat upaya
ini sesuatu yang pantas mendapat premi.
Departemen Pertanian Amerika Serikat pada 1977 mendefinisikan
pertanian organik sebagai sebuah sistem manajemen produksi berbasis
agroekologi yang memacu dan mendorong keanekaragaman hayati, siklus
biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Praktiknya adalah penggunaan input luar-lahan minimal dan upaya
memperkaya, mempertahankan, serta meningkatkan keharmonisan ekologi.
Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), tujuan utamanya adalah
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling
berketergantungan antara kehidupan dalam tanah, hewan, dan manusia.
Klaim atau doktrin yang banyak dianut oleh pelaku paham pertanian
organik adalah bahwa organik lebih sehat daripada input kimia seolah
ingin memanfaatkan momentum prevalensi pasar yang menuntut bahan makanan
yang tidak mengandung unsur-unsur pemicu penyakit serius.
Dalam beberapa tahun terakhir pikiran konsumen secara sukarela dibawa
oleh doktrin tersebut walaupun ada banyak kejanggalan dalam logika
berpikir para penganut aliran pertanian organik.
Bukti sukses
Sebuah penelitian jangka panjang di Universitas Cornell memberikan
gambaran menakjubkan tentang hasil pengamatan selama 22 tahun.
Dibuktikan bahwa secara keseluruhan produksi jagung dan kedelai dari
perlakuan pertanian organik relatif sama dengan pertanian konvensional
yang menggunakan pupuk kimia buatan.
Keuntungannya adalah bahwa pertanian organik menghemat konsumsi
energi (bahan bakar minyak) sebesar 30 persen, menahan air lebih lama di
musim kering dan tidak memerlukan pestisida. Namun, hasil yang
diperoleh pada empat tahun pertama produksinya 33 persen lebih rendah
daripada perlakuan konvensional.
Setelah bahan organik terkumpul di dalam tanah, sejak tahun kelima
produksinya mulai sama atau lebih tinggi daripada konvensional, terutama
karena lebih tahan selama musim kering.
Dilaporkan
pula bahwa pertanian organik mampu menyerap dan menahan karbon ( C )
sehingga sangat bermanfaat dalam mitigasi pemanasan global. Kandungan
bahan organik tanah naik 15-28 persen yang setara dengan 1.500 kilogram
CO2 dari udara.
Walaupun biaya produksi pada sistem pertanian organik 15 persen lebih
tinggi daripada konvensional, dengan harga yang cukup baik pada tanaman
sereal kenaikan ini tidak terlalu menjadi masalah. Sebaliknya, sistem
pertanian organik tidak mampu memberikan keuntungan untuk tanaman
anggur, apel, ceri, dan umbi-umbian.
Beberapa keberhasilan sejenis juga dilaporkan di Afrika, India, dan
China. Namun, hasil-hasil tersebut masih menimbulkan pro dan kontra,
terutama dari para ahli ilmu tanah yang tidak bisa menerima alasan bahwa
hal tersebut semata-mata akibat organik versus kimia.
Mitos pertanian organik
Keberhasilan input organik dengan menggeser peran input kimia sebagai
sebuah monumen inovasi dari Revolusi Hijau 60 tahun yang lalu semula
dipandang sebelah mata oleh para ilmuwan ilmu tanah yang memahami dengan
baik hubungan tanah dengan tanaman.
Namun, ketika gejala yang berkembang, khususnya di Amerika Serikat,
makin mengkhawatirkan, beberaa pendapat mulai bermunculan. Salah satunya
adalah yang diuraikan oleh Throckmorton (2007), seorang dekan dari
Kansas Sate College.
Keberatannya terhadap doktrin pertanian organik adalah bahwa tidak
mungkin peran pupuk kimia digantikan sepenuhnya oleh pupuk organik. Pertama, jika hal itu mungkin, dunia akan kekurangan biomassa untuk produksi pupuk organik karena dosisnya luar biasa besar.
Kedua, tanaman tidak hanya ditentukan oleh humus saja,
tetapi oleh faktor-faktor lain seperti bahan organik aktif, nutrisi
mineral tersedia, aktivitas mikroba tanah, aktivitas kimia dalam larutan
tanah, dan kondisi fisik tanah.
Bahan organik tanah memang sering disebut sebagai “nyawa dari tanah”
sebagai ekspresi dari perannya mendukung aktivitas mikroba tanah. Peran
lain dari bahan ini memang diakui penting, tetapi bukan satu-satunya
dalam pelarutan hara, pembenah tanah, dan kapasitas menahan air.
Fakta lain adalah bahwa bahan organik mengandung nutrisi tanaman
sangat kecil. Klaim bahwa nutrisi asal bahan organik (kompos, pupuk
organik) lebih “alami” dibandingkan asal pupuk kimia sangat tidak masuk
akal, apalagi dihubungkan dengan kesehatan manusia.
Bukti empiris menunjukkan bahwa pada tanah organik (kadar bahan
organik sangat tinggi) percobaan gandum, kentang, dan kubis di Amerika
Serikat pada yang dipupuk kimia buatan mencapai 5 – 54 kali lebih besar
daripada yang tidak dipupuk kimia. Satu bukti lain bahwa organik bukan
satu-satunya unsur utama dalam produksi tanaman adalah sistem
hidroponik.
Kebijakan pemerintah, seperti Go Organic 2010, penerbitan SNI Sistem
Pangan organik (01-6729-2002), dan subsidi pupuk organik merupakan
langkah-langkah kongkret yang perlu diawasi implementasinya. Di samping
itu, pertimbangan yang mendalam perlu dilakukan dengan memerhatikan
dampak krisis keuangan 2008.
Daya beli masyarakat menurun, seperti yang dilaporkan di Inggeris,
berdampak stagnasi pada pertumbuhan produk pertanian organik pada
tingkat 2 persen. Konsumen yang mengutamakan rupa daripada rasa juga
tidak mudah berubah ke produk organik.
Di sisi lain, kemampuan produksi input organik untuk menopang
produktivitas pangan yang dibutuhkan jauh dari memadai akibat
keterbatasan dan terpencarnya bahan baku. Untuk itu, mitos-mitos yang
terkait dengan produk organik harus dihapus dan diberikan pemahaman yang
benar kepada petani.
Kombinasi optimal antara input anorganik dan organik akan mampu
memenuhi persyaratanberbagai pihak, baik teknis, ekonomi, lingkungan,
maupun kesehatan konsumen.
Sunday, 8 April 2012
PENYULUH PERTANIAN
PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Penyuluhan
adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam
mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya
lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi
usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Membangun sistem Penyuluhan Penerapan Teknologi Pertanian ( Holtikultura ) yang berhasil dan berdayaguna tidak dapat dilepaspisahkan dari dinamika kerja partisipatif antara penyuluh sebagai agen pembaharu informasi, adopsi, inovasi, teknologi dan pelaku utama yang dihimpunkan dalam kelompok tani, Kegiatan Penyuluhan Penerapan Teknologi Pertanian Modern (Holtikultura) dapat terwujud dengan mitra kerja didalam menjalankan peran, tugas dan fungsi secara memadai.
Desa Waiheru, sebagai salah satu desa yang berada di kota Ambon memiliki karakteristik dan luas lahan yang begitu sempit dan diperlukan adanya alih teknologi, sehingga kondisi lahan tersebut dapat dimanfaatkan seefisien mungkin oleh para petani pengarap guna memenuhi kebutuhan pasar dan peningkatan kesejahteraannya. Pengembangan komoditas holtikultura di desa waiheru merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pertanian untuk mengatasi kelangkaan komoditas di pasar local. Untuk mewujudkan rencana dan program yang demikian dibutuhkan dukungan sumber dana, SDM dan pembinaan yang ditujukan pada manejemen usaha, pengelolahan lahan, efisiensi dan efektivitas berusaha dan bantuan teknologi serta evaluasi dan monitoring instansi terkait.
Sejalan dengan itu maka sebagai implikasinya diperlukan suatu metode penyuluhan dan penerapan teknologi secara modern pada kegiatan holtikultura sehingga kedepan para petani dalam mengelola usaha taninya dapat mengerti teknologi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat tani dan pelaku usaha.
Dengan terwujudnya kegiatan ini maka akan menghasilkan output yang sangat baik dan berguna bagi pelaku utama guna memanfaatkan sekaligus meningkatkan hasil produksinya dengan penerapan teknologi pertanian modern ( Holtikultur ) di Kota Ambon.
Untuk itu peran penyuluh pertanian sebagai Penyuluh Pendamping adalah sangat penting dan diperlukan sebagai pembimbing petani juga sebagai penghubung antar petani dan pemerintah, maka Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Maluku melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan dengan pola Penerapan Teknologi Pertanian Modern ( Holtikultura ) di Kecamatan Baguala dimana tujuannya untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha pertanian dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tani mandiri dan maju serta menciptakan pengembangan ekonomi kerakyatan di kecamatan Baguala
Dengan terwujudnya kegiatan ini diharapkan :
Membangun sistem Penyuluhan Penerapan Teknologi Pertanian ( Holtikultura ) yang berhasil dan berdayaguna tidak dapat dilepaspisahkan dari dinamika kerja partisipatif antara penyuluh sebagai agen pembaharu informasi, adopsi, inovasi, teknologi dan pelaku utama yang dihimpunkan dalam kelompok tani, Kegiatan Penyuluhan Penerapan Teknologi Pertanian Modern (Holtikultura) dapat terwujud dengan mitra kerja didalam menjalankan peran, tugas dan fungsi secara memadai.
Desa Waiheru, sebagai salah satu desa yang berada di kota Ambon memiliki karakteristik dan luas lahan yang begitu sempit dan diperlukan adanya alih teknologi, sehingga kondisi lahan tersebut dapat dimanfaatkan seefisien mungkin oleh para petani pengarap guna memenuhi kebutuhan pasar dan peningkatan kesejahteraannya. Pengembangan komoditas holtikultura di desa waiheru merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pertanian untuk mengatasi kelangkaan komoditas di pasar local. Untuk mewujudkan rencana dan program yang demikian dibutuhkan dukungan sumber dana, SDM dan pembinaan yang ditujukan pada manejemen usaha, pengelolahan lahan, efisiensi dan efektivitas berusaha dan bantuan teknologi serta evaluasi dan monitoring instansi terkait.
Sejalan dengan itu maka sebagai implikasinya diperlukan suatu metode penyuluhan dan penerapan teknologi secara modern pada kegiatan holtikultura sehingga kedepan para petani dalam mengelola usaha taninya dapat mengerti teknologi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat tani dan pelaku usaha.
Dengan terwujudnya kegiatan ini maka akan menghasilkan output yang sangat baik dan berguna bagi pelaku utama guna memanfaatkan sekaligus meningkatkan hasil produksinya dengan penerapan teknologi pertanian modern ( Holtikultur ) di Kota Ambon.
Untuk itu peran penyuluh pertanian sebagai Penyuluh Pendamping adalah sangat penting dan diperlukan sebagai pembimbing petani juga sebagai penghubung antar petani dan pemerintah, maka Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Maluku melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan dengan pola Penerapan Teknologi Pertanian Modern ( Holtikultura ) di Kecamatan Baguala dimana tujuannya untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha pertanian dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tani mandiri dan maju serta menciptakan pengembangan ekonomi kerakyatan di kecamatan Baguala
Dengan terwujudnya kegiatan ini diharapkan :
- Terselenggaranya program penyuluhan penerapan teknologi pertanian modern ( Holtikultura ) bagi pelaku utama atau kelompok tani ( Poktan ) di desa Waiheru kecamatan Baguala Kota Ambon.
- Tercapainya Penyaluran informasi pengunaan teknologi pertanian modern ( Holtikultura ) yang berhasil dan berdaya guna dalam meningkatkan produktivitas usaha pertanian.
- Merubah pola pikir pelaku utama yang tadinya masih menerapkan teknologi pertanian tradisional untuk mempergunakan teknologi pertanian modern guna peningkatan produksi dan kesejahteraan pelaku utama itu sendiri.
- Mengupayakan Pelaku utama agar mampu mengelola system penerapan teknologi pertanian modern ( Holtikultura ) secara baik,terencana dan berhasilguna.
penggunaan em4
Teknologi EM-4, Dimensi Baru Dalam Pertanian Modern
Begitu banyaknya petani yang mengeluh di masa sekarang ini, karena
berbagai macam persoalan, antara lain, produksi yang terus menurun,
tanah tak lagi subur dan begitu mudahnya tanaman terserang hama dan
penyakit. Cara umum pak tani mengatasi masalah tersebut biasanya dengan
menambah dosis pupuk, dosis insektisida yang akhirnya berujung pada
meningkatnya biaya usaha tani.
Ternyata ada masalah besar yang lebih besar menanti, dengan budidaya
seperti itu-pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan-cenderung
mengabaikan keseimbangan ekologi sehingga kondisi fisik dan biologis
tanah menjadi terganggu. Jika cara seperti ini dilakukan terus menerus
akan mengakibatkan tanah menjadi tidak sehat, bersifat pathogen dan
struktur tanah berkurang. Dan pada akhirnya akan merusak kesehatan
manusia sebagai konsumen.
Pada tahun 1980-an, Prof. Dr. Teruo Higa dari University of The Ryukus,
Okinawa, Jepang telah mengadakan penelitian terhadap sekelompok
mikroorganisme yang dengan efektif dapat bermanfaat dalam memperbaiki
kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menimbulkan penyakit dan
memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Kelompok
mikroorganisme tersebut disebut dengan Effective Microorganisms yang
disingkat EM.
Teknologi EM dikembangkan untuk menunjang pembangunan pertanian ramah
lingkungan, menekan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan sistem
alami yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi
biaya produksi dan menghasilkan bahan pangan yang bebas bahan kimia
sehingga bersih dan sehat untuk di konsumsi.
Teknologi EM yang sudah mulai akrab dengan masyarakat adalah Effective
Microorganisms-4 biasa disingkat EM-4 adalah suatu kultur campuran
beberapa mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai inokulan mikroba
yang berfungsi sebagai alat pengendali biologis. Mikroorganisme tersebut
berfungsi dalam lingkungan hidup tanaman sebagai penekan dan pengendali
perkembangan hama dan penyakit.
EM-4 mengandung beberapa mikroorganisme utama yaitu bakteri
fotosintetik, bakteri asam laktat, Ragi ( yeast ), Actinomycetes dan
jamur fermentasi
1. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas spp. )
Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini
membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan
organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi
sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk anatara lain,
asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi
mempercepat pertumbuhan
Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi
sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus
bertambah
Subscribe to:
Posts (Atom)