PARA remaja yang mendaki Gunung Ciremai
ini merupakan alumni SMP 1 Jatibarang, Indramayu. Mereka mendaki gunung
dalam rangka reuni. Empat orang di antara mereka saat ini bersekolah di
SMK 1 Jatibarang dan lima lainnya bersekolah di SMA Sliyeg, Indramayu.
Kesembilan pendaki ini mulai mendaki Gunung Ciremai Selasa (26/6/2007)
siang.
Rabu (27/6/2007) dinihari,
mereka sampai di puncak gunung. Rabu sore mereka turun dari puncak. Saat
turun dari puncak, Nurdiyanto, siswa SMK 1 Jatibarang, tiba-tiba
mengalami sesak napas di Pos Cigorowong. Karena tidak kuat berjalan,
Nurdiyanto ditandu temannya. Sampai di Pos Gua Lawet pukul 03.00 WIB,
Kamis (28/6/2007), mereka berhenti, karena dihantam badai. Mereka
berkemah menunggu badai reda. Begitu badai reda, mereka melanjutkan
perjalanan. Pukul 07.00 WIB, mereka kaget ketika melihat Nurdiyanto
tidak bernapas.
Tragisnya, delapan
rekannya tak kuat membawa pulang jenazahnya. Untuk mencapai pos
perkampungan perlu 10 jam perjalanan. Mereka turun, sementara jenazah
Nurdiyanto ditinggalkan. Pukul 17.00 WIB, Jumat (29/6/2007), 15 orang
dari LSM AKAR dan KURPALA menuju Pos Gua Lawet. Tim SAR gabungan
tersebut menemukan mayat Nurdiyanto sudah kaku dan dalam keadaan
telentang.
Mistik Gunung Ciremai
Gunung Ciremai yang berketinggian 3078 meter di atas permukaan laut memiliki banyak jenis tumbuhan. Mulai dari pohon pinus, pohon seruni, dan dan pohon kopi. Jenis margasatwa pun banyak berkeliaran. Dari sekian banyak tumbuhan dan jenis burung ada beberapa hewan yang dipercaya mempunyai kekuatan mistik. Mendekati puncak, banyak beterbangan ayam alas dengan bulunya yang bersih mengkilat. Gunung Ciremai identik dengan Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo, penyebar Islam di Jawa Barat.
Gunung Ciremai yang berketinggian 3078 meter di atas permukaan laut memiliki banyak jenis tumbuhan. Mulai dari pohon pinus, pohon seruni, dan dan pohon kopi. Jenis margasatwa pun banyak berkeliaran. Dari sekian banyak tumbuhan dan jenis burung ada beberapa hewan yang dipercaya mempunyai kekuatan mistik. Mendekati puncak, banyak beterbangan ayam alas dengan bulunya yang bersih mengkilat. Gunung Ciremai identik dengan Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo, penyebar Islam di Jawa Barat.
Sekitar
tahun 1521-1530, Sunan Gunung Jati diyakini bertapa di puncak Ciremai.
Ketika itu, bangsa Portugis begitu kuat menekan para ulama, pejuang, dan
rakyat kecil. Menjelang peperangan, Sunan Gunung Jati naik ke puncak
Ciremai bertapa, menyendiri dan bermunajad kepada Tuhan. Tempat tapa dan
pertemuan para wali itu bernama Batulingga dan diyakini oleh masyarakat
Cirebon sebagai tempat ngalap berkah memberi manfaat dan membantu
orang-orang yang dalam kesulitan.
Nyi Linggi dan Macan Tutul
Satu misteri yang selalu menjadi perbincangan masyarakat sekitar Gunung Ciremai adalah misteri Nyi Linggi dan dua macan kumbang. Menurut Maman, salah satu juru kunci Ciremai, setelah Sunan Gunung Jati tidak bertapa di Batulingga, maka Nyi Linggi datang ke tempat tersebut menggantikan Sunan Gunung Jati.
Satu misteri yang selalu menjadi perbincangan masyarakat sekitar Gunung Ciremai adalah misteri Nyi Linggi dan dua macan kumbang. Menurut Maman, salah satu juru kunci Ciremai, setelah Sunan Gunung Jati tidak bertapa di Batulingga, maka Nyi Linggi datang ke tempat tersebut menggantikan Sunan Gunung Jati.
Namun kedatangan
Nyi Linggi ke Batulingga tidak sendirian, ia ditemani oleh dua binatang
kesayangannya yaitu macan kumbang. Kedatangan Nyi Linggi ke Batulingga
ingin mendapatkan ilmu kedigdayaan. Tapi sayangnya Nyi Linggi gagal
memperoleh ilmu yang diinginkan. Nyi Linggi meninggal dunia di
Batulingga sementara dua temannya yaitu macan tutul hilang entah ke
mana. Kabarnya masyarakat setempat menemukan mayat Nyi Linggi. Kejadian
aneh sering terjadi di sekitar Batulingga, yaitu sosok Nyi Linggi dan
dua macan tutul sering menampakkan diri.
Cikal Bakal Nenek Moyang
Selain sebagai tempat bertapanya Sunan Gunung Jati, ternyata Gunung Ciremai sejak ribuan tahun silam telah dihuni oleh manusia purba. Masyarakat Kuningan dan sekitarnya terutama mereka yang hidup di kawasan kaki Gunung Ciremai merasa bangga. Mereka yakin bahwa asal-usul orang-orang Jawa Barat datangnya dari Gunung Ciremai. Keyakinan tentang hal ini diperkuat oleh ditemukannya beberapa benda bebatuan yang diyakini zaman Batu Besar. Umurnya sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi.
Selain sebagai tempat bertapanya Sunan Gunung Jati, ternyata Gunung Ciremai sejak ribuan tahun silam telah dihuni oleh manusia purba. Masyarakat Kuningan dan sekitarnya terutama mereka yang hidup di kawasan kaki Gunung Ciremai merasa bangga. Mereka yakin bahwa asal-usul orang-orang Jawa Barat datangnya dari Gunung Ciremai. Keyakinan tentang hal ini diperkuat oleh ditemukannya beberapa benda bebatuan yang diyakini zaman Batu Besar. Umurnya sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi.
Pada
tahun 1972 ditemukan batu besar berbentuk peti mati. Penemuan itu
mengandung makna bahwa di kaki Gunung Ciremai telah dihuni oleh manusia
sejak ribuan tahun Sebelum Masehi. Dipercaya pula bahwa arwah nenek
moyang berkumpul dan sering menampakkan diri. Para ahli peneliti sepakat
bila wilayah Kuningan Gunung Ciremai merupakan tempat bermukim manusia
tua usia. Mereka memuja arwah nenek moyang untuk meminta berkah
kesuburan tanah, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Injak Bumi Hindari Hantu
Maman (juru kunci Ciremai yang mengantar posmo ke puncak Ciremai) selalu menghentikan langkahnya dan mengucapkan Assalamualikum ketika memasuki pos. Menurut Maman, jika ingin selamat dan tidak diganggu oleh dedemit nakal injak bumi sebanyak tiga kali lalu ucapkan salam. Ini bermakna bahwa penghuni pos atau dedemit penguasa tidak merasa tersinggung oleh datangnya manusia. ‘’Di sini (Ciremai) banyak manusia jadi korban. Tidak hanya manusia yang mati, tapi juga kuda. Mereka tidak kuat melaksanakan tugas yang dibebankan penjajah Belanda, hingga menemui ajalnya,’’ kata Maman.
Maman (juru kunci Ciremai yang mengantar posmo ke puncak Ciremai) selalu menghentikan langkahnya dan mengucapkan Assalamualikum ketika memasuki pos. Menurut Maman, jika ingin selamat dan tidak diganggu oleh dedemit nakal injak bumi sebanyak tiga kali lalu ucapkan salam. Ini bermakna bahwa penghuni pos atau dedemit penguasa tidak merasa tersinggung oleh datangnya manusia. ‘’Di sini (Ciremai) banyak manusia jadi korban. Tidak hanya manusia yang mati, tapi juga kuda. Mereka tidak kuat melaksanakan tugas yang dibebankan penjajah Belanda, hingga menemui ajalnya,’’ kata Maman.
Misteri Jalak Hitam
Ketika perjalanan sudah mencapai Pengalap atau pos VI, berarti pendakian telah mencapai separuh. Dan harus berhati-hati jika sudah memasuki Pengalap atau pos VI. Pengalap berarti jemputan. Di pos Pengalap setiap pendaki akan didatangi dua binatang yang sampai sekarang masih misteri keberandaannya, yaitu Jalak Hitam dan Tawon Hitam.
Ketika perjalanan sudah mencapai Pengalap atau pos VI, berarti pendakian telah mencapai separuh. Dan harus berhati-hati jika sudah memasuki Pengalap atau pos VI. Pengalap berarti jemputan. Di pos Pengalap setiap pendaki akan didatangi dua binatang yang sampai sekarang masih misteri keberandaannya, yaitu Jalak Hitam dan Tawon Hitam.
Maman
yang mengaku naik ke puncak 3 kali setiap bulan, sampai sekarang
mengaku belum tahu mengapa Jalak Hitam selalu mengiringi pendaki dari
Pengalap ke Seruni. Dan, juga Tawon Hitam yang selalu datang mengganggu.
Pengasinan berarti asin. Khusus bagi masyarakat Linggarjati bermakna
bahwa siapa saja yang ingin mencapai puncaknya dengan cepat dan selamat
sampai di rumah diharuskan membawa ikan asin.
Enam Belas Jam Menuju Puncak
Gunung Ciremai diapit dua kabupaten yaitu Kuningan sebelah timur dan Majalengka sebelah barat. Untuk mencapai puncak Ciremai bisa melalui tiga jalur yaitu Linggarjati dari arah timur, Pelutungan dari arah selatan, dan Majalengka dari arah barat. Medan paling berat dan menguras tenaga dan juga sangat berbahaya adalah jalur dari sisi timur melewati Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Jarak tempuhnya kurang lebih 8 km, 90 persen jalannya terjal.
Gunung Ciremai diapit dua kabupaten yaitu Kuningan sebelah timur dan Majalengka sebelah barat. Untuk mencapai puncak Ciremai bisa melalui tiga jalur yaitu Linggarjati dari arah timur, Pelutungan dari arah selatan, dan Majalengka dari arah barat. Medan paling berat dan menguras tenaga dan juga sangat berbahaya adalah jalur dari sisi timur melewati Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Jarak tempuhnya kurang lebih 8 km, 90 persen jalannya terjal.
Gunung
Ciremai termasuk salah satu gunung paling berat di tanah Jawa.
Masyarakat setempat dan juga para pendaki menyebutnya jalur maut. Untuk
mencapai puncaknya butuh waktu sekitar 12 sampai 16 jam perjalanan.
Tergantung kekuatan fisik pendaki. Gunung Ciremai memang tidak terlalu
tinggi, hanya 3.078 mdpl. Namun start pendakian dimulai dari
ketinggian sekitar 750 mdpl, maka perjalanan cukup panjang. Dengan
demikian, sisa perjalanan menuju puncak Ciremai sekitar 2.350 meter
garis vertikal atau sekitar 8 km melalui jalur. Perlu diketahuil, dari
semua gunung yang ada di tanah Jawa hanya Gunung Ciremai-lah yang start
pendakiannya dimulai dari ketinggian 750 mdpl. Jalur dakinya tidak ada
jalan datar, 90 persen berjalur terjal dan sudut kemiringannya antara 70
sampai 80 derajat.
Pantangan di Gunung Ciremai
Menurut juru kunci gunung, pantangan di Gunung Ciremai tidak boleh mengeluh, memegang lutut, kencing dan buang air besar sembarangan. Setiap memasuki pos diharuskan mengucapkan salam sebagai tanda minta izin masuk dan pertanda kesopanan. Menurut Maman, setiap pos yang jumlahnya 12 pos banyak dihuni dedemit. Ucapan salam tidak hanya ketika datang tapi juga saat meninggalkan gunung. hartono
Menurut juru kunci gunung, pantangan di Gunung Ciremai tidak boleh mengeluh, memegang lutut, kencing dan buang air besar sembarangan. Setiap memasuki pos diharuskan mengucapkan salam sebagai tanda minta izin masuk dan pertanda kesopanan. Menurut Maman, setiap pos yang jumlahnya 12 pos banyak dihuni dedemit. Ucapan salam tidak hanya ketika datang tapi juga saat meninggalkan gunung. hartono
sumber : http://posmo.net/RUBRIK/427/peristiwa.html
No comments:
Post a Comment